,

KH. MUNTASHOR & MASYAYICH PONDOK PESANTREN NURUL CHOLIL BANGKALAN

Masyayikh Nurul Cholil Generasi Pertama KH. Zubair Muntashor  &
Masyayikh  Generasi kedua KH. Abdulloh Zubair  

RIWAYAT KH MUNTASHOR MUHAMMAD  , MUASSIS PP NURUL CHOLIL

1. Nasab dan Pernikahan

KH. MUNTASHOR bin Muhammad bin  Sholeh Bin Hafid Bin Mahdholi Al-Idrisi dari Yaman , seperti Dawuh Putra Beliau ( KH. Zubair Muntashor ) dalam kesempatan 

انا زبير بن منتصر بن محمد بن صالح بن حافظ بن محضلي الادريسي من يمن

Script
,

KHR. ITSBAT BIN ISHAQ & PONDOK PESANTREN BANYUANYAR-PAMEKASAN -MADURA

 




RIWAYAT KHR. ITSBAT BIN ISHAQ

1. Nasab dan Kelahiran

Kiai Itsbat  masih memiliki darah keturunan dari beberpa analisa dan data yang ada yaitu 

  • Dari Sunan Giri (Ainul Yaqin) hal ini berdasarkan pada analisa/data KH. Ahmad Sa’id Bulugading Bangsalsari Jember Dan Hasil Cek Silang Data Dengan Keluarga Alm. Kh. Hafidz Dz Nogosari Rambipuji Jember didapatkan Silsilah Beliau yaitu :" Kyai Itsbat bin Kyai Ishaq bin Kyai Hasan bin Nyai Embuk Toronan binti Bujuk Agung Toronan bin Nyai Lambung binti Nyai Aminah , Tanamira Laok binti  Zainal Abidin, Kyai Agung Cendana (Candenah) bin Nyai Gede Kedaton binti Panembahan Kulon bin  Raden Ainul Yaqin, (Sunan Giri)
Script
, ,

KH. MIMBAR DAN PONDOK PESANTREN AL-MIMBAR SAMBONGDUKUH JOMBANG

 

RIWAYAT KH. MIMBAR

1. Nasab dan Kelahiran

KH. Mimbar. Beliau lahir di Jombang pada awal abad 18, Perkiraan tepatnya di mungkinkan ditahun 1814 ( tidak ada data yang menunjukan kepastian tahun kelahiran Beliau )  di Desa Sambong. Beliau merupakan Putra dari KH. Hasan Rifa'i dari Pesantren Sewulan Pagotan Madiun  dengan Tiga Bersaudara  , Di lain Cerita dan data yang ada Beliau KH Mimbar lahir sekitar tahun 1864. Nama aslinya Muhammad Manshur anak dari KH Hasan Rifai dari Pesantren Sewulan Pagotan Madiun. Dijuluki Kiai Mimbar kemungkinan karena pandai berceramah di atas mimbar sehingga menarik perhatian jamaah.

Menurut data yang masih tersisa, KH Mimbar bukanlah lahir dari keturunan orang biasa. Jika diruntut hingga tinggi, KH Mimbar diklaim salah satu dari garis keturunan Nabi Muhammad SAW dari putrinya Fatimah Al-Zahra dan Ali bin Abi Thalib, kemudian Husain bin Ali bin Abi Thalib , 

K.H. Mimbar merupakan pendiri pondok pesantren Al-Mimbar di desa Sambongdukuh Jombang yang merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Jombang  , 


2. Sanat Ilmu dan Pendidikan 

KH. Mimbar Putra dari KH. Hasan Rifa'i tersebut dilahirkan dan dibesarkan dengan ilmu keagamaan dan kepesantrenan. Lebih cenderung dalam hal Al-Qur’an dan beberapa kitab fiqih ataupun nahwu shorof , 

Saat berusia kurang lebih 15 tahun sering sekali Beliau “sowan” atau silaturahmi ke Kyai-Kyai di Jawa Timur. Beberapa di antaranya adalah KH. Muhammad Nur (Pondok Langitan Tuban), KH. Abdul Lathif (Ayah Syaikh Kholil Bangkalan, Madura), KH. Abdus Salam (Gedang, Jombang), dan masih banyak lainnya.  Menginjak usia dewasa, Mbah Mimbar diutus Ayah Beliau untuk pergi haji. Dengan modal Bismillah dan tekad kuat Beliau berangkat dengan cara menumpang kapal milik Saudagar Hindi-Belanda yang saat itu sedang menjajah Nusantara. Atas izin Allah Beliau sampai di Arab dan dapat menunaikan Ibadah Haji.

Di Makkah Beliau bertemu salah satu Syaikh yang berasal dari Indonesia, yakni ”Syaikh Nawawi Al-Bantani”. Melihat kesempatan emas itu Mbah Mimbar berniat untuk menetap sementara di Makkah, sembari belajar pada Syaikh Nawawi. Syaikh Nawawi memiliki beberapa murid yang berasal dari Indonesia saat itu, salah satunya adalah Mbah Kholil Bangkalan. Karena itulah Mbah Mimbar dan Mbah Kholil menjadi sahabat di Makkah. Mereka belajar bersama pada Syaikh Nawawi Al-bantani.


3. Da'wah  dan Pendirian Pondok Pesantren Sambong (Al-Mimbar )

Da'wah KH Mimbar dimulai setelah kepulangan Beliau dari Makkah setelah sekitar setahun  setengah Mbah Mimbar belajar di Makkah dengan melanjutkan perjuangan Da'wah Ayahnya yang lebih dulu membangun Masjid yang kemudian dinamakan masjid Al-Mimbar  , Masjid tersebut adalah masjid pertama di desa Sambongdukuh, Jombang. Ayah beliau  juga merupakan salah satu orang yang pertama kali menyebarkan agama islam di desanya , 

KH. Mimbar melanjutkan perjuangan Ayah Beliau dengan merenovasi masjid dan membangun surau/padepokan kecil. Beliau mengajak beberapa warga Sambong untuk membantu pembangunan, dan akhirnya berdirilah Pondok Sambong. Di Pondok tersebut Mbah Mimbar memulai jalan dakwah. Diawali dengan mengajak warga Sambong dan sekitarnya untuk belajar baca tulis arab, hingga mengaji Al-Qur'an. Bahkan Masjid Sambong  menjadi pusat keagamaan di Jombang pada saat itu.

Media dan tempat belajar mengajar pengetahuan Islam yang berupa Pondok Pesantren yang didirikan KH. Mimbar di Dukuh sambong tersebut kemudian bernama Pondok sambong dan kini bernama Pondok Pesantren Al-Mimbar.

 Pondok pesantren Al-Mimbar ini banyak melahirkan tokoh dan tempat kyai terkenal yang pernah berguru pada mbah Mimbar, seperti K.H. Hasyim Asy’ari, yaitu pendiri Nahdlatul Ulama (sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia), selain berguru ilmu agama beliau juga berguru ilmu kanuragan pada mbah Mimbar, K.H. Tamim (Ayah K.H. Romli, Rejoso), K.H. Ma’ruf (Kedunglo, Kediri), dan K.H. Bakar (Bandarkidul, Kediri). 


4. Karomah , Perjuangan dan Kemaslahatan untuk Negeri dan Ummat

KH Mimbar yang dikenal 'Alim , Zuhud dan Dermawan tersebut juga merupakan seorang yang mempunyai banyak karomah yang diberikan Alloh SWT kepada Beliau , Beliau mempunyai karomah dengan ucapan Beliau yang mudah menjadi kenyataan. Tak heran jika hampir semua santrinya saat itu banyak yang berhasil. Sebab santri dulu lebih penurut, ditunjang ucapan dan doa KH Mimbar yang mudah menjadi kenyataan.

Ilmu KH Mimbar yang paling terkenal ilmu suwuk, sehingga ia tak perlu menggunakan alat untuk berperang, tapi beliau bisa menumbangkan banyak musuh hanya dengan Do'a-do'a . Beliau terkenal akan ilmu kesaktian kanuragan atau semacam ilmu bela diri. Pantas saja, didukung juga dengan bentuk fisik beliau yang tinggi dan besar. Konon, karena hal itu juga membuat para penjajah Jepang tidak berani mendekati beliau dan daerah sekitar pesantrennya. Karena ketakutan para penjajah terhadap kesaktian mbah Mimbar menjadikan pondok pesantren Al-Mimbar aman dan terlindungi dari mereka. Beliau mengajarkan ilmu kanuragan tersebut kepada santri-santrinya agar santrinya bisa menjaga diri dari segala macam bahaya. 

KH. Mimbar bukan hanya menjadi pejuang agama dengan menggandeng siapapun yang bisa diajak untuk memperkokoh Islam,. Beliau juga pejuang bangsa yang turut melawan Belanda. Beliau berjuang dengan doa dan ilmu-ilmu lain yang tidak banyak dikuasai orang lain , Beliau bisa membunuh musuh tanpa menampakkan wijudnya . 

Selain itu, beliau juga dari beberapa sumber juga menyebutkan, bahwa beliau juga ahli di bidang pengobatan. Sifat beliau yang menonjol  adalah sifat penyabarnya. Beliau tidak pernah menggunakan jalan kekerasan dalam mendidik para santrinya

Hal lain yang pernah diceritakan karomah beliau yaitu Firasat Beliau kepada salah satu santrinya yang bernama  K.H. Tamim (ayah K.H. Romli, Rejoso). Ada cerita berkesan antara mbah Mimbar dengan K.H. Tamim. Pada suatu saat mbah Mimbar menjumpai beliau yang seketika itu sedang sedih. “ Tamim, ada apa? Kenapa kamu menangis?” Tanya mbah Mimbar. “ Saya gelisah kyai, saya bingung bagaimana nanti dengan nasib anak cucu saya” jawabnya. Kemudian beliau mendapat petunjuk dari mbah Mimbar bahwa beliau disuruh pergi ke suatu daerah dan diberitahu bahwa di daerah situlah nantinya  beliau akan jaya. Nantinya daerah itu akan menjadi ramai.  Setelah saran dari mbah Mimbar beliau laksanakan, sungguh, memang benar terjadi. Daerah tersebut makin lama makin ramai. Terbukti hingga kini kalau daerah tersebut makin ramai dan banyak penduduknya. Oleh sebab itu, masyarakat menyebut daerah itu dengan nama“Rejoso” yang artinya ramai.

Lain halnya dengan cerita yang disampaikan santri Beliau yang bernama Kyai Ma’ruf Kedunglo (Kediri) yang juga belajar Tasawuf pada KH. Mimbar. KH. Ma’ruf pernah bermimpi, di mimpi Beliau ada seseorang yang mengutus untuk belajar di Sambong, Jombang. Setelah mencari-cari bertemulah Beliau dengan Mbah Mimbar. Setelah KH. Ma’ruf merasa cukup di Jombang, Beliau pamit pada Mbah Mimbar untuk menerskan belajar pada Syaikh Kholil. Mendapat izin dari Mbah Mimbar, Beliau berangkat dengan berjalan kaki ditemani salah satu Putra Mbah Mimbar yakni Mbah Nur Salim yang ingin sowan ke Syaikh Kholil. Singkat cerita, pada suatu hari KH. Ma'ruf diutus oleh Syaikh Kholil untuk mengantar sesuatu kepada sahabatnya, Mbah Mimbar. Sesuatu tersebut adalah 3 ekor burung dara. Di tengah perjalanan menuju Jombang, 2 ekor burung dara tersebut lepas dari sangkar, akhirnya KH. Ma'ruf kembali ke Syaikh Kholil dan menceritakan apa yang terjadi di perjalanan. Kemudian Syaikh Kholil mengatakan, "tolong sampekno marang Mimbar, pondoke gak bakal iso gede, tapi bakal tetep ono santrine", (Pondoknya tidak akan bisa jadi pondok besar, tapi akan tetap ada santri yang mondok di Mbah Mimbar).


5. Keluarga dan Generasi Penerus

KH Mimbar dikenal sebagai orang yang tegas dan bijaksana. Kebijaksanaannya diperlihatkan dari caranya memperlakukan santri. Bagi KH Mimbar dulu, tidak ada beda antara santri dengan putranya sendiri, semuanya sama rata. Hampir semua putra putrinya menikah dengan salah satu santri didikan KH Mimbar sendiri. Hal tersebut dikarenakan, Beliau tak memandang dari mana santri  berasal. Dirinya memilih santri yang paling cerdas, alim, serta berilmu untuk dijodohkan dengan putra putrinya. Rupanya, tradisi menjodohkan santri yang cerdas dalam ilmu agama dan umum masih berjalan hingga sekarang, pada keturunan selanjutnya. Santri yang dicari juga dinilai berpotensi bisa melanjutkan perjuangan KH Mimbar untuk memajukan pondok pesantren ke depan

Pernikahan KH. Mimbar dikaruniahi  Delapan (8) Anak yaitu : 

1. Nur Salim, 
2. Maimunah, 
3. Cholil, 
4. Rifa'i, 
5. Marfu'ah, 
6. Mu'minah, 
7. Husen dan 
8. Abdul Mu'id.

KH. Mimbar yang dari sekian Anaknya tersebut dinikahkan dan mempunyai Menantu yang merupakan orang-orang yang Alim dan sebagaian menantu merupakan santri/pernah menjadi santri Beliau  diantaranya : 

  1. Putra Sulungnya  KH. Nur Salim menikah dengan Masfufah, sepupu dari KH Wahab Chasbullah dari Pesantren Tambakberas. Masfufah juga saudara sepupu dengan KH Hasyim Asy’ari
  2. Maimunah menikah dengan KH. Zainuddin bin Kyai Thohir Ya'qub cucu dari Pengasuh Pondok Pesantren Siwalanpanji  yang kemudian Beliau Mendirikan Pondok Pesantren tidak Jauh dari Al-Mimbar yaitu Pondok Pesantren At-Taufiq 
  3. Mu'minah  menikah dengan KH. Hamid Hasbullah  , Beliau menjadi istri ketiga KH. Hamid Hasbulloh dan dikaruniahi Tiga orang anak dari  Pernikahan tersebut  , KH Hamid hasbulloh  merupakan saudara dari KH. Wahab Hasbullah  dan lainnya 

K.H. Mimbar banyak berkerabat dengan pondok-pondok terkenal di sekitarnya seperti, dengan PP. Bahrul Ulum, TambakBeras. Yaitu dari K.H. Chamid Chasbulloh, adiknya K.H. Wahab Chasbulloh, adalah menantu dari K.H. Mimbar. Kalau dengan PP. Darul Ulum Rejoso yaitu Bu Nyai Romli (istri K.H. Romli) adalah keponakannya bu Nyai Mimbar, Bu Yatni. Untuk PP. Tebuireng juga masih saudara, namun, dari nasab yang tinggi (mbah-mbahnya).

Mbah Mimbar wafat pada awal abad 19. Dimakamkan di samping Ayah Beliau, KH. Hasan Rifa'i di Sambong Jombang. Yang saat ini menjadi pemakaman keluarga besar keturunan KH. Mimbar


Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6

SEJARAH  PENDIRIAN DAN PENGEMBANGAN PP AL-MIMBAR

Pesantren didirikan oleh KH. Mimbar yang mempunyai nama asli Mohammad Manshur. Berawal ayah beliau membangun masjid Al-Mimbar terlebih dulu. Baru kemudian, disusul oleh KH. Mimbar mendirikan sebuah pondok pesantren. Masjid tersebut adalah masjid pertama di desa Sambongdukuh, Jombang. Ayah beliau  juga merupakan salah satu orang yang pertama kali menyebarkan agama islam di desanya.

Gambar 1 Gambar 2

Pondok Al-Mimbar adalah salah satu satu pondok salaf yang tertua di kota Jombang. Bahwa pondok Al-Mimbar yang mempunyai kontribusi yang besar besar terhadap pendirinya pondok yang lain. Di antara yang pernah mengaji di pondok Al-Mimbar ini dahulu adalah Kyai Hasyim Asy’ari yang pernah belajar baca Al-Qur’an, Kyai Bisri Syansuri yang juga pernah belajar baca kitab, Kyai Ma’ruf Kedunglo (Kediri) yang juga belajar Tasawuf pada KH. Mimbar. di bawah pengasuhan KH. Al-Mimbar. Pondok Al-Mimbar ini dulu namanya pondok Sambong yang berdiri pada pertengahan abad 19. Pondok pesantren Al-Mimbar ini banyak melahirkan tokoh dan tempat kyai terkenal yang pernah berguru pada mbah Mimbar, seperti K.H. Hasyim Asy’ari, yaitu pendiri Nahdlatul Ulama (sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia), selain berguru ilmu agama beliau juga berguru ilmu kanuragan pada mbah Mimbar, K.H. Tamim (Ayah K.H. Romli, Rejoso), K.H. Ma’ruf (Kedunglo, Kediri), dan K.H. Bakar (Bandarkidul, Kediri).


Pesantren Al Mimbar berada di desa Sambongdukuh, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jawa Timur pesantren kini diasuh oleh KH Imron Rosyadi dan. Pesantren Al Mimbar saat ini telah berubah menjadi pesantren modern dengan adanya lembaga pendidikan formal seperti MTs dan MA dengan berdirinya yayasan yang bernama Yayasan Bina Budaya Santri Pondok Pesantren Al-Mimbar , Status pesantren Al-Mimbar Jombang ini sudah semakin berkembang dan fisiknya juga semakin berkembang serta sarana prasarananya juga semakin berkembang , Pesantren Al-Mimbar melakukan banyak hal dibidang pengajaran seperti kajian kitab-kitab kuning yang biasanya dikaji oleh pesantrenpesantren salafiyah lainnya seperti kitab kuning fathul al-qorib,minah qusaniyah, nahwu wadhi’ dan lain sebagainya.

Pesantren Al-Mimbar berdiri di Jl. KH. Mimbar Sambong Dukuh 118-120, dengan fasilitas gedung dan prasarana bertambah berkembang. Tetapi dilihat dari jumlah para santri dan santriwati sarana prasarananya juga memadai karena santri dan santriwati yang mondok di pondok AlMimbar itu jumlahnya selalu puluhan dari tahun dahulu sampai tahun sekarang.

Pesantren Al-Mimbar mengadakan proses pembelajaran kitab kuning bagi santri-santrinya pada waktu pagi dan malam, dalam proses pembelajaran tersebut pesantren Al-Mimbar memiliki pengembangan pembelajaran kitab kuning yang meliputi perencanaan dan metode pembelajaran. Metode yang digunakan dalam sebelum dilakukan pengembangan pembelajaran kitab kuning adalah metode bandongan. Metode bandongan adalah metode yang bagi kiai membaca, menerjemahkan, dan menjelaskan isi kitab, sedangkan santri menyimak, menulis ulang apa yang telah dijelaskan olehkiainya.selain itu juga menggunakan metode ceramah, metode sorogan, dan metode hafalan . Di pondok pesantren Al-Mimbar sekarang ini menggunakan metode drill. Pengembangan pembelajaran kitab kuning tersebut berjalan dengancukup baik, hal ini dapat dilihat dari tanda-tanda berikut, yaitu : 

  1. Santri tidak hanya menerima informasi, tetapi cenderung berusaha untuk mencari informasi,
  2. Mengadakan kajian-kajian yang termasuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat, seperti halnya santri-santri sering diundang ke bathsul masail yang diadakan oleh pondok pesantren atau dilembaga di Jombang yang sering di ikuti bertujuan untuk keaktifan santridalam mengembangkan pengetahuan,
  3. Santri menjadi lebih aktif bertanya kepada ustadz mengenai materi pelajaran yang belum dimengerti,
  4. Santri menjadi lebih disiplin dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh ustadz, 
  5. Suasana pembelajaran menjadi terlihat lebihmenyenangkan, sehingga perhatian santri menjadi terfokus pada materi yang disampaikan selama proses pembelajaran berlangsung

Perkembangan lembaga tinggi pesantren Al-Mimbar ini pada generasi ini mendirikan lembaga pendidikan formal. Pengertian pendidikan formal bagi para santri pondok pesantren Al-Mimbar Jombang, yaitu pendidikan yang dilaksanakan di sekolah formal yang ada di lingkungan pondok pesantren dan para santri di wajibkan untuk mengikuti pendidikan ini. Pesantren Al-Mimbar Jombang mendirikan lembaga pendidikan formal yaitu Madrasah Aliyah al-Bairuny (MA-AB) yang didirikan pada tahun 1994 yang terletak di jalan KH. Mimbar Sambong Dukuh 118-120. Madrasah al-Bairuny (MA-AB) adalah pengembangan daripada pesantren Al-Mimbar yaitu yang memiliki lembaga pendidikan formal yang didirikan di pesantren Al-Mimbar. 

Pengasuh
  1. KH Imron Rosyadi ( Wafat, Senin 17 Juli 2023/29 Dzul-Hijjah 1444 )
  2. K.H. Farid Ma’ruf, L.C., M.A.

Pendidikan Formal

  • MTs  Al-Bairuny
  • MA  Al-Bairuny
​​Pendidikan Non Formal
  • TPQ
  • Madrasah Diniyah (MD)
  • Majelis Taklim 



1. Madrasah Aliyah (MA)  Al-Bairuny

MA Al-Bairuny Sambongdukuh Jombang awalnya berdiri pada tahun 1994   bermula dari  guru-guru bermusyawarah bagaimana caranya menolong anak-anak yang berkekurangan untuk dapat terus bersekolah. Kemudian karena rumah ustadz Najib yang berada didaerah sambong, ustadz Farid datang ke beliau mengobrolkan tentang hal tadi, dan akhirnya ustadz Farid Ma’ruf mewakafkan tanahnya untuk dijadikan madrasah Al-Bairuny itu. Yang awalnya hanya ada 12 peserta didik yang sekolah disitu, kemudian setelah masuk menjadi 9, dan ketika kelas 3 jumlahnya menjadi 6 peserta didik karena seleksi alam. 

Dengan berjalan tertatih-tatih, yang mana ada sekolahan ya pasti butuh kelas, sehingga akhirnya kelasnya ada dibawah beduk masjid Al-Mimbar.  Dengan jumlah peserta didik 6 tadi bertahan sampai akhir sampai yang masuk ke perguruan tinggi negeriitu berjumlah sepertiga dari jumlah peserta didik yakni 2 orang peserta didik. karena tidak ada sekolah yang peserta didiknya masuk ke perguruan tinggi negeri sampai sepertiga. Setelah itu dari 2 orang peserta didik bergerak terus dan bergerak terus sampai banyak orang tua dan anak yang mau sekolah disini.


Lokasi  dengan alamat Jl. KH.Mimbar No. 118-120 Desa Sambongdukuh Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang Kode Pos 61414 yang mana merupakan lokasi yang cukup setrategis. Karena lokasi yang strategis didekat pasar dan jalan raya, madrasah ini memiliki peserta didik dari berbagai desa dan berbagai kota. Meskipun lembaga ini merupakan lembaga swasta tetapi jumlah peserta didiknya cukup banyak. Serta kualitas tidak kalah ‘dengan madrasah-madrasah lain, karena meskipun madrasah swasta madrasah ini terakreditasi A.

Wallohu A'lam Bissowab

والله أعلمُ بالـصـواب 
“Dan Allah Mahatahu yang benar atau yang sebenarnya”. 

Script
, ,

KH. JUWAINI NUH & PONDOK PESANTREN AL-HIDAYAH TERTEK - KEDIRI

 


RIWAYAT KH. JUWAINI 

1. Nasab dan Kelahiran

KH. Juwaini bin Nuh , dilahirkan  pada tahun 1915 dari Nyai Habibah  dan Kyai Nuh 
Beliau ini berasal dari dusun Demang, Sidorejo, Krass, Sedan, Rembang, Jawa Tengah.
Dari Jalur sang Ayah , Beliau  merupakan cucu dari Kyai Abdurrohman bin Tuba bin Husain (/Shihhah) .
Beliau lahir sebagai anak ke-dua dari empat bersaudara Yaitu 
  1.   Zainal Arifin (Mbah matin ) 
  2.   Juwaini
  3.   Fauzan
  4.   Muslim
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan 

Beliau menimba ilmu dan menyelesaiakan pendidikan di Pondok dan Tabarruk ke Ulama'-ulama'  antara lain :
  1. KH. Ma’shum Lasem  di Pondok Pesantren Al-Hidayat Lasem
  2. KH. Mahrus Ali  Lirboyo  di Pondok Pesantren Lirboyo.
  3. KH. Abdul  Hamid Pasuruan di Pondok Pesantren Salafiyah Pasuruan
  4. KH. Muhammad Hasyim Asy’ari  di Pondok Pesantren Tebuireng- Jombang
Keakraban beliau dengan KH. Mahrus Ali ini masih tetap terjalin ,bahkan setelah beliau wafat .KH. Mahrus masih sering berkunjung ke Tertek setelah wafatnya Yai Juwaini .

3. Keluarga dan Penerus 


KH. Juwaini  yang Aslinya dari Rembang - Jawa Tengah dan Hijrahnya Juwaini muda ini ke kawasan Pare,Kediri setelah beliau sempat bermukim di desa Jombok-Badas-Kediri .Yang merupakan tanah pemberian dari guru beliau yaitu KH. Hasyim As’ariy ( PP Tebuireng-jombang ) .

Beliau menikah pada tahun 1948 M  dengan  memperistri gadis cantik dari dusun Banaran, Tunglur, kecamatan Pare Kediri, yang bernama ‘Aisyah Binti Khanan .
Ibu nyai ‘aisyah ini putri pertama dari pasangan Mahbubah Binti KH. Hasyim , yang merupakan cucu dari KH. Hasyim bin Abdurrohim Hamdani , seorang ulama' dari Siwalanpanji Buduran - Sidoarjo 


Setelah beberapa tahun menikah,mempelai berdua ini pindah ke dusun Tertek - Pare- Kediri.
Pernikahan Beliau yang menurunkan Putra-putri yang kelak akan menjadi penerus perjuangan Beliau dan penerus keberlangsungan dan pengembangan Pondok Pesantren , Beliau dikaruniahi Sebelas orang Anak yaitu :

  1.  H.Ahmad khuzaimah – Hj.Luluk tunjiyah (Semanding-Tertek)
  2. Siti hajar – H.Jalaluddin assuyuti (Kasim-Selopuro-Blitar)
  3. Sholihah – Masykuri (Tertek-Pare)
  4. Ahmad nizar – Nurul hidayah (Tulungrejo-Pare)
  5. Robi’atul adawiyah – Misbahul Munir (Tertek-Pare-Kediri)
  6. Kholisoh *#)
  7. Mohammad nuh (Tertek)
  8. Agim Hamzah – Mustaghfiroh (Tertek-Pare-Kediri)
  9. Mudhi’ah – Bisri musthofa (Tertek-Pare-Kediri)
  10. Hj.Baidlo’ ulinnadlirin – HM.Fadlillah masyhudi(Tanjungtani-Prambon-Nganjuk)
  11. Thoifur ,meninggal saat masih bayi.
KH Djuwaini Nuh wafat pada 26 Jumadil ula 1395 H / 06 Juni 1975 Masehi pada usia 60 tahun ( 1915 – 1975 M ) dan dimakamkan di Pesarean Keluarga Komplek Pondok Pesantren  Al Hidayah  Tertek - Desa Tertek , Kec. Pare - Kabupaten Kediri
Gambar 1 Gambar 2












SEJARAH  PENDIRIAN DAN PENGEMBANGAN PP AL-HIDAYAH

1. Pendirian dan Pengasuhan Generasi Pertama

Pernikahan KH. Djuwaini dan Nyai Hj. A'isyah  pada tahun 1948 M dan Setelah beberapa tahun menikah,mempelai berdua ini pindah ke dusun Tertek - Pare- Kediri. Kemudian mendirikan sebuah Pondok Pesantren yg diberi nama “Al Hidayah”. yang berada di Jalan Raya Pare-Kandangan tepatnya di Jl. Mayor Bismo NO:72 RT01 RW04 Tertek Pare Kediri JawaTimur Indonesia(64215). G-Map 6697+57 Tertek, Kabupaten Kediri, Jawa Timur

 Diawal Pendirian dan  Semasa kepemimpinan KH Djuwaini Nuh ,Pesantren ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ini bisa di lihat dari ghotakan(kamar) yang sekitar 30 terdiri dari tiga lokal, dan ini penuh semua, bahkan tidak mencukupi. Sehingga mereka(para santri )ini harus tidur di musholla.

KH. Djuwaini senang sekali dan sering membaca kitab-kitab hadist ,terutama kitab Buchori Muslim. Sehingga sebagian orang memberi julukan “Ahli Hadist "  pada Beliau.
Salah satu kelebihan Beliau ,bila sudah mulai membaca sebuah kitab Beliau akan betah berlama-lama  sampai berjam-jam lamanya.  Sehingga pada saat Bulan tertentu biasanya  pondok pesantren Al Hidayah mengadakan  Khataman dengan menghatamkan beberpaa kitab dalam sebulan dengan durasi waktu berjam-jam dengan istirahat hanya waktu sholat dan Makan , Sehingga Pondok Pesantren Al-Hidayah tersebut  tersohor sebagai “Pondok kilatan”.
Beliau yang 'Alim di Hadist  juga seorang “Khafidzul Qur’an” ,atau penghafal Al-Qur’an. dikisahkan bahwa Beliau karena sesuatu hal menjadikan Hafalan Qur’an Beliau , hilang pada suatu waktu, sehingga  harus menghafal lagi .Sehingga tercatat dua kali Beliau menghafal Al Qur’anul Kariim Kehidupan Beliau yang 'Alim namun penuh dengan kesehajaan dan kesederhanaan , selama hidupnya Beliau juga menjalani Riyadhoh,seperti makan beliau yang hanya makan satu lepek (alas cangkir kecil) sampai akhir hayat beliau.


Pada Masa pendirian dan pengasuhan Pertama ini  , banyak dari alumni ini yg menjadi Guru,Ustadz,bahkan kiyai besar.Beberapa nama yang pernah “ Nyantri / Tabarruk / mampir” di Pondok Pesantren Al Hidayah antara Lain :
  • KH.’Ali Shodiq Umman (PP.Hidatul Mubtadi’in,Ngunut Tulungagung),
  • KH.Anwar (PP.al-anwar Bangil Pasuruan)
  • KH.Khussairy  (Mojosari Mojokerto),
  • Syeh KH.Ahmad Bajuri (Yayasan Pendidikan Islam Ma'dinul ’ulum ,Campurdarat,  Tulungagung  Jawa Timur), 
  • KH.Abdul Ghofur pengasuh PPSD ” Pondok Pesantren Sunan Drajat ”
  • KH.Asrori  Al Ishaqy alfithroh
dan banyak lagi yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.


Wallohu A'lam Bissowab

والله أعلمُ بالـصـواب 
“Dan Allah Mahatahu yang benar atau yang sebenarnya”. 


Sumber : https://alhidayahtertek.wordpress.com/2010/02/27/sejarah-ponpes-alhidayah/

Script
, ,

KH. RADEN MAS ALI BIN ABDUL WAHAB , PONDOK AL-BADRI & NYAI LATIFAH IBU PARA MASYAYIKH NU DARI TAWANGSARI-SIDOARJO

 



A. RIWAYAT  KH. R MAS ALI  & NYAI HJ. LATIFAH 

1.  KH. R MAS ALI BIN ABDUL WAHAB  , 

a. Nasab dan Kelahiran

KH. R MAS ALI BIN ABDUL WAHAB  Merupakan Putra ke-dua dari KH. Raden Mas Abdul Wahab &  Nyai Raden Ayu Sumilah , Dari sang Abah , Beliau merupakan Keturunan dari Jaka Tingkir atau Mas Karebet yang merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Pajang yang memerintah tahun 1549-1582 dengan nama Sultan Hadiwijaya.
KHR Mas Ali bin KH. Raden Mas Abdul Wahab Bin Abdullah Joyorogo Bin KH Arfiyah Bin Kyai Jamaluddin Bin Pangeran Sambu Bin Pangeran Bunawa Bin Jaka Tingkir atau Pangeran Mas Karebet dst. 


Beliau merupakan penerus pengasuhan pondok pesantren Al-Badri yang  sebelumnya dikenal dengan Pondok Tawangsari didirikan oleh orangtua Beliau KH Raden Mas Abdul Wahab , 

KH. Raden Mas Abdul Wahab yang lahir di Lasem jawa Tengah pada tahun 1820 M . menikah dengan seorang perempuan yang berasal dari Desa Tawangsari Barat (tidak diketahui namanya) , setelah ditinggal meninggal oleh istrinya beliau memutuskan untuk berpindah ke sebuah tempat yang merupakan pemberian dari Kanjeng Jimat (pejabat kawedanan atau orang terkaya), tempat dimana pondok pesantren sekarang ini berada, dan menikahi Raden Ayu Sumilah dari Nganjuk dalam pernikahannya dikaruniai keturunan empat anak yaitu putra dua dan putri dua.yang meneruskan keberlangsungan pondok dan melahikan keturunan yang alim  yaitu 
  1. KH. Abdullah
  2. KH. Raden Mas Ali
  3. Nyai Latifah  ( Merupakan Istri KH. Hasbulloh Sa'id dan merupakan ibunda dari KH Wahab Hasbullah, salah satu kiai besar PP Bahrul Ulum Tambakberas sekaligus pendiri NU.)
  4. Nyai Fatimah, 
KH Raden Mas Abdul Wahab diperkirakan wafat sekitar tahun 1880 M dan di makamkan di belakang Masjid Al-Badri sehingga kepengurusan masjid dan pondok pesantren ketika itu digantikan oleh putera beliau yakni Raden Mas Ali atau orang Tawangsari biasa menyebutnya dengan Mbah Ali. Ketika itu Masjid Al-Badri dari segi bangunan masjid juga masih sederhana berupa langgar.


b. Sanad Ilmu dan Amaliah ke Ummat 

KH. R MAS ALI BIN ABDUL WAHAB dalam jenjang pendidikan beliau pernah belajar di Makkah, Arab Saudi kurang lebih selama 9 tahun. KH. Raden Mas Ali adalah seorang yang alim, penyabar, penyantun, ramah, hidup dengan kesederhanaan dan berwibawa dihadapan santri-santrinya.

KH. Raden Mas Ali merupakan tokoh masyarakat sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Tawangsari, ia memimpin bertepatan dengan masa kolonialisme Belanda. Maka upaya yang dilakukan oleh KH. Raden Mas Ali ialah bersikap anti pemerintah (pemerintahan Belanda). Sehingga dalam membina santri dan masyarakat dengan menanamkan rasa cinta Tanah Air agar tidak bekerjasama dengan Belanda.
Masyarakat dan santri dididik untuk memiliki rasa patriolisme untuk membela dan menegakkan keadilan dan kebenaran demi tercapainya kemerdekaan hak asasi dan kemakmuran masyarakat

C. Keluarga dan Generasi Penerusnya 

Terahir bertempat  Tinggal di Tawangsari - Sidoarjo dan wafat pada tahun 1942 M  di Makamkan di Pesarean keluarga di sebelah utara Masjid Al Badri. yang terletak di Tawangsari-taman-Sidoarjo. 
Pernikahan Beliau  dilangsungkan dengan menikahi Empat (4)  orang perempuan  yang dicintainya dan memberikan Keturunan dari Masing-masing Istri beliau  tersebut , 

Pernikahan Pertama dengan Nyai Maisaroh binti ............. ( dari .....................)
Dari pernikahan pertama tersebut , Beliau dikaruniahi Dua belas (12) Orang anak  :
  • 1.   Muhammad 
  • 2.   Ahmad
  • 3.   Khodijah
  • 4.   Fatimah
  • 5.   Abdulloh Mansur
  • 6.   Afifah
  • 7.   Muhammad Ghozali
  • 8.   Hasan Bisyri
  • 9.   Sulkha
  • 10. Nur Izza
  • 11. Khuzaimah
  • 12. Ahmad Masduki
Pernikahan ke-dua (2) dengan Nyai Aminah binti ......... (dari ................)
Dari pernikahan ke-dua tersebut , Beliau tidak dikaruniah Anak

Pernikahan ke-Tiga (3) dengan  Nyai Khodijah binti ................ (dari .............)
Dari pernikahan ke-tiga (3) tersebut, Beliau dikaruniahi Dua (2) orang Anak  :
  • C13.  Hj. Nur Athiyah
  • C14.  KH. Ahmad Fathani 
Pernikahan ke-empat (4) dengan Nyai Amirah binti .............. (dari ................)
Dari pernikahan ke-dua tersebut , Beliau tidak dikaruniah Anak



dengan cara mengklik judul tersebut
Gambar 1 Gambar 1







2. NYAI HJ. LATIFAH BINTI ABDUL WAHAB

a. Nasab dan Kelahiran

Nyai Hj. Latifah, beliau merupakan putri ke-tiga  KH. Raden Mas Abdul Wahab dan Ibu Nyai Raden Ayu Sumilah, Beliau  merupakan istri dari Kiai Hasbullah Sa’id dan merupakan ibunda dari Kiai Wahab Hasbullah, salah satu kiai besar sekaligus pendiri NU. Beliau juga merupakan mertua dari KH Bisri Syamsuri Denanyar.

b. Pernikahan dan Keluarga 

Suami Beliau KH Hasbullah adalah putra dari Kyai Said dan cucu dari Kyai Abdus Salam atau Mbah Soichah (pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras), 

Pernikahan Kyai Hasbullah dengan Nyai Lathifah. dikaruniai delapan orang anak, tiga orang putra dan lima orang putri, di antaranya menjadi Penerus pengembangan Pondok Pesantren Tambakberas
  1.  Kyai H. Abdul Wahab Hasbullah, ( Mbah Wahab konsentrasi di luar untuk membesarkan NU dan terlibat perpolitikan hingga pergerakan nasional, )
  2.  Kyai  H. Abdul Hamid, ( bergelut kepengurusan pesantren, Mbah Hamid mengurusi pengajian pondok dan salat lima waktu )
  3.  Kyai  H. Abdur Rohim, ( Bergelut kepengurusan pesantren,   Mbah Abdurrokhim mengurusi perkembangan madrasah, )
  4.  Nyai Hj. Nur Khodijah, ( Menikah dengan KH Bisri Syansuri , seorang ulama dan salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang ahli di bidang fikih.  bersama suami menjadi pendiri Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif, atau lebih dikenal dengan Pondok Denanyar di Jombang, Jawa Timur. th 1917. 10 tahun kemudian berdiri pesantren khusus putri di belakang kediaman Kiai Bisri. )
  5.  Nyai Hj. Fatimah, 
  6.  Nyai Hj. Solihah, 
  7.  Nyai Hj. Zuhriyah, dan 
  8.  Nyai Hj. Aminaturrokhiyah

C.  Peranan Pengembangan Amaliah dan Sumbangsih Pada Kemaslahatan Ummat  

Suami Beliau KH Hasbullah yang merupakan  putra dari Kyai Said dan cucu dari Kyai Abdus Salam atau Mbah Soichah (pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras) ,  Mbah KH Abdus Salam  adalah salah satu tokoh dalam perjuangan melawan Belanda yang dipimpin oleh pangeran Diponegoro.
Perang antara Pangeran Diponegoro melawan Belanda berlangsung selama 5 tahun, yaitu antara tahun 1825 hingga 1830.Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda pada tanggal 28 Maret 1830, seluruh pengikutnya kemudian melarikan diri dan menyebar ke berbagai daerah.Salah satunya adalah Kyai Abdus Salam yang masuk ke wilayah Kabupaten Jombang yang kala itu masih berupa hutan belantara. Bersama 25 orang pengikutnya, Kiyai Abdus Salam kemudian membuka hutan dan mendirikan tempat tinggal di sebelah timur sungai Tambakberas. Pondok yang dihuni oleh Kyai Abdus Salam dan 25 orang santrinya itu kemudian dikenal dengan nama Pondok Selawe (bahasa jawa yang artinya 25) yang kemudian berkembang menjadi Pondok Pesantren Tambakberas

Kyai Abdus Salam atau mbah Shoichah memiliki istri seorang putri dari Demak yang bernama Muslimah. Dari pernikahannnya tersebut, Kyai Abdus Salam memiliki 10 Anak putra/putri, diantaranya yaitu : 
  1. Layyinah,  ( yang dinikahkan dengan Santrinya Kyai Ustman )
  2. Fatimah,   ( yang dinikahkan dengan Santrinya Kyai Said )
  3. Abu Bakar, 
  4. Marfu’ah, 
  5. Jama’ah, 
  6. Mustaharoh, 
  7. Ali 
  8. Ma’un, 
  9. Fatawi, dan 
  10. Abu Syakur. 
Setelah berusia lanjut, Kyai Abdus Salam mewariskan Pondok Pesantren Tambakberas kepada dua orang murid yang sekaligus menjadi menantunya, yaitu Kyai Usman dan Kyai Said.

Mereka mengembangkan Pondok Pesantren Tambakberas menjadi dua cabang. Kyai Usman mengajarkan ilmu Tarekat di timur sungai Tambakberas, sementara Kyai Said mengembangkan ilmu Syariat di sebelah barat sungai Tambakberas , Setelah Kyai Said wafat, pengurusan Pondok Pesantren Tambakberas diteruskan oleh putranya, yaitu Kyai Hasbullah.

Hasbullah dikenal sebagai kyai yang kaya, beliau memiliki puluhan hektar tanah pertanian. Ketika musim panen padi, beliau bersedekah pada masyarakat desa Gedang Barat yang kemudian masyrakat setempat mengubah nama desa tersebut menjadi TambakBeras dengan alasan Kyai Hasbullah yang gemar dalam bersedekah , Beliau juga  adalah salah satu ulama kharismatik yang memiliki karomah . Diceritakan dalam sebuah kesempatan di kurun waktu 1920-1925 Masehi. Sesudah melakukan tirakat panjangnya, Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur ini memberikan sebuah pesan yang dituliskan di menara masjid pesantren (sekarang dikenal dengan menara masjid pondok induk). Seusai menuliskan pesan tersebut, Kiai Hasbullah menutupinya dengan kain satir dan berpesan kepada para santri agar jangan ada yang membuka satir tulisan tersebut.

Dalam sebuah Maqolah  " Waro'a Kulli Adziimin Adzimah "Dibalik lelaki hebat pasti ada wanita kuat" begitulah yang terjadi dan diperankan oleh Nyai Hj Latifah . Besarnya perjuangan Bu Nyai Lathifah sangat berarti bagi Kyai Hasbullah dalam meneruskan perjuangan pondok pesantren Tambakberas. Mbah Nyai Lathifah tidak diam diri saat melihat suaminya yang kerja keras dan berkorban dengan seluruh harta, tenaga, dan pikirannya untuk syiar Islam lewat pondok pesantren. Mbah Nyai Lathifah juga turut membantu mengurusi, mengajar, dan mendidik santri santri putri.

Mbah Nyai lathifah, seperti Nyai-nyai lainnya juga melakukan riyadhoh/tirakat untuk keberhasilan santri santrinya dengan cara rutin berpuasa sunnah, qiyamul lail dan gemar mengkhatamkan Alquran. Kebiasaan ini juga untuk hrapan nasib baik putra putrinya yang di masa kelak nanti. Laku tirakat ini juga dilanjutkan oleh putra-putra beliau. Suatu ketika, Mbah Nyai Lathifah bermimpi meminum air laut. Banyak yang menafsirkan mimpi beliau, diantaranya adalah kekuatan dalam kehidupan sehari-hari. Karena meminum air laut itu butuh kekuatan lebih. Terbukti, kekuatan tersebut ada pada diri putra beliau, Kyai Abdul Wahab yang memiliki jiwa yang kuat dan mental yang tegar dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan. 

Ketulusan Mbah Nyai Lathifah dalam mendidik para santri, terasa sampai sekarang dimana para dzurriyah beliau, mendidik santri sekarang dengan tulus, ikhlas, penuh kasih sayang, dan lemah lembut. begitu juga dengan mendidik Putra-putrinya .  Tak banyak yang tahu bagaimana cara Nyai Lathifah mendidik putra putrinya. Hanya saja, diceritakan jika Kiai Hasbullah dan Nyai Lathifah sangat tegas dengan syariat saat mendidik putra-putrinya. Semua putra putrinya diajarkan hanya berlandaskan Alquran dan menganut semua syariat yang berlaku. Tidak hanya itu, Nyai Lathifah bersama Kiai Hasbullah juga menyekolahkan semua putra putrinya ke pondok. Bahkan tidak hanya di satu pondok, tapi dari satu pondok ke pondok lain. Seperti Wahab Hasbullah mencari ilmu ke tujuh pondok pesantren sekaligus.




Nyai Lathifah wafat di tahun 1951, dimakamkan di samping makam suami beliau, Mbah Kyai Hasbullah Said.


3. PONDOK PESANTREN TAWANGSARI 

1. Sejarah Pendirian 

Pondok Pesantren Tawangsari didirikan pada Tahun 1850 M. KH. Raden Mas Abdul Wahab, sebagai Tempat dan media  mensyiarkan dan mengembangkan agama Islam di wilayah Tawangsari ,

KH. Raden Mas Abdul Wahab adalah putra KH. Abdullah Joyorogo Tawangsari. Beliau lahir dan wafat di Tawangsari Taman Sidoarjo
KH. Raden Mas Abdul Wahab lahir di Lasem Jawa Tengah , diperkirakan pada tahun 1820 M. Selama hidupnya banyak menghabiskan waktunya di Jawa Timur tepat di kota Gresik.Ketika dewasa KH. Raden Mas Abdul Wahab datang ke desa Tawangsari dengan tujuan ingin menyebarkan agama Islam  Beliau adalah putra dari Abdullah Ilyas Joyorogo yang dahulunya pernah menjadi senopati kerajaan Mataram pada masa pangeran Diponegoro. Beliau ( KH. Raden Mas Abdul Wahab ) wafat di Tawangsari Taman Sidoarjo

H. Raden Mas Abdul Wahab adalah seorang yang  babat alas di wilayah Tawangsari yang pada saat itu mayoritas penduduknya beragama Hindu-Budha, . Pada saat berdakwah KH. Raden Mas Abdul Wahab sering mendapat teror dan ancaman, karena ketidaksenangan mereka dengan keberadaan KH. Raden Mas Abdul Wahab yang menyampaikan dakwah Islam di wilayah Tawangsari. tempat yang merupakan pemberian dari Kanjeng Jimat (pejabat kawedanan atau orang terkaya).


  
Dakwah yang Beliau upayakan  dengan berbagai cara tersebut ditunjang dengan pembangunan sebuah Masjid (kini Masjid Al Badri Sidoarjo) untuk tempat ibadah sekaligus sebagai tempat memberikan pengajaran kepada masyarakat yang menimbah ilmu padanya. Namun, upaya yang dilakukan tersebut mendapat respon yang kurang baik dari orang-orang yang tidak suka dengan dakwahnya. santri-santri pergi keluar pondokan dan Masjid Al Badri selalu mendapatkan teror sehingga banyak santri yang tidak berani melakukan aktivitas di luar pondok. Bahkan, masyarakat sekitar (Tawangsari tempo dulu kala) mengajak KH. Raden Mas Abdul Wahab untuk berperang melawannya.

Singkat cerita, KH. Raden Mas Abdul Wahab menerima tawaran ajakan perang tersebut, terlebih ketika ajakan perang yang ditawarkan memiliki syarat, dimana yang menang akan menguasai wilayah dan yang kalah akan berguru kepada yang menang.
Kendati menerima tawaran perang dengan adu kekuatan, KH. Raden Mas Abdul Wahab tidak ingin adanya kekerasan dan pertumpahan darah , karena memang ingin menyebarkan islam dengan damai.
Dengan punya karomah bela diri yang dimilikinya, KH. Raden Mas Abdul Wahab bisa membuat musuhnya kakuh mendadak bak patung saat mau menyerang, namun beberapa saat sudah pulih kembali. Karena merasa kalah, akhirnya mereka mengakui kehebatan KH. Raden Mas Abdul Wahab sekaligus memberikan kekuasaan serta mau berguru kepadanya,

Lambat laun dengan bertambahnya Santri-santri , Beliau berlahan membangun Pondokan yang berkembang menjadi pondok Pesantren yang saat itu bernama Pondok Pesantren Tawangsari  sebagaimana nama desa tempat pondok itu berada. Pondok Pesantren Al Badri merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Jawa Timur. Pondok Pesantren Al Badri Tawangsari pertama kali didirikan oleh KH. Raden Mas Abdul Wahab bin Abdullah Jaya Raga pada tahun 1850 M

 pada periode Beliau yang merupakan  Periode Rintisan  terjadi antara tahun 1850 M sampai tahun 1882 M.

2. Keberlanjutan dan Pengembangan Pondok Pesantren  Pada Generasi ke-dua

Awal pendirian yang dirintis oleh KH. Raden Mas Abdul Wahab bin Abdullah Jayaraga dan setelah Beliau wafat yang diperkirakan wafat sekitar tahun 1880 M dan di makamkan di belakang Masjid Al-Badri , maka keberlangsungan pengurusan dan pengembangan Pondok Pesantren diserahkan ke Putra Beliau  KH. Randen Mas Ali, 

Pada masa kemimpinan Beliau  yang merupakan  Periode Kepemimpinan Tradisional terjadi antara tahun 1902 M sampai tahun 1942 M.  Pondok Pesantren Tawangsarari mengalami kemajuan pesat dan menjadi masa keemasan pondok. Upaya yang dilakukan untuk mendidik santrinya dengan dedikasi yang tinggi dan ulet sehingga menghantarkan santri-santrinya ke jenjang kemampuan yang yang maksimal dalam mental spiritualnya.

Pada kurun waktu inilah Pondok Pesantren Tawangsari memiliki pamor kemilau, yang diantaranya ditandai dengan lahirnya beberapa ulama alim dan kharismatik yang pernah menjadi santri Pondok Tawangsari pada masa ta’lim-nya. Di antara sekian banyak ulama tersebut, nama-nama yang ulama yang perna tercatat sebagai santri antara lain : 
  • KH. Abdul Wahab Hasbullah (Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur) ,. Beliau adalah salah seorang ulama yang punya andil besar dalam kelahiran Jam‟iyah Nahdlatul Ulama sekaligus tokoh kemerdekaan Negara Indonesia. Beliau pernah menuntut ilmu di Pondok Tawangsari, Taman Sidoarjo, selama satu tahun (saat berusia 17 tahun akhir, jelang 18 tahun), beliau menuntut ilmu kepada KH. Raden Mas Ali yang merupakan saudara ibu kandungnya sendiri
  •  Kyai As‟ad (Dung Cangcang, Pamekasan, Madura, Jawa Timur) , 
  • Kyai Abdul Hamid (Dung Cangcang, Pamekasan, Madura, Jawa Timur) , 
  • Kyai Sufyan Bukhori (Tirto Mungkin, Mantilan, Magelang, Jawa Tengah) , 
  • Kyai Ahyat Halimy (Miji, Mojokerto, Jawa Timur)  
  • Kyai Nur (Mangunan, Taman, Sidoarjo, Jawa Timur dll 

Pondok Pesantren Al Badri dalam perkembangannya, telah melewati sekian fase. Pondok pesantren ini tetap bertahan meskipun tidak lebih baik dari pada sebelumnya. Namun, keberadaannya dalam proses bertahan itu sangat penting dan menandakan pondok pesantren tersebut tidak menyerah dan siap bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain.

3. Keberlangsungan dan  Generasi Penerus

Keberlangsungan Pondok Pesantren sepeninggal KH. Raden Mas Ali dilanjutkan oleh putranya yakni KH. Mas Hasan Bisri, pada periode Beliau yang dikatakan sebagai Periode kebangkitan terjadi antara tahun 1942 hingga tahun 1983 M , kecintaan beliau kepada bidang pendidikan telah menghasilkan jasa besar yakni berdirinya lembaga pendidikan Madrasah Ibtidaiyah “Darul Muta‟allimin” pada tahun 1952, sebagai respon perkembangan pendidikan nasional yang membutuhkan sertifikasi atau pengakuan dari pemerintah dan tuntutan zaman, yang keberadaannya terus berkembang sampai saat ini.

Setelah wafatnya KH. Mas Hasan Bisri pada tahun 1983, Pondok Pesantren Tawangsari mulai redup dan keberadaannya tidak lagi diperhitungkan dalam kepesantrenan. Pondok pesantren yang pada masanya sangat berjasa, sepeninggal beliau menjadi sepi dan terkunci karena tidak ada yang meneruskan keberadaan pondok pesantren.

Kondisi dan  keberlangsungan Pondok Pesantren Tawangsari, menjadi keprihatinan  beberapa orang untuk  terpanggil  membangkitkan kembali Pondok Tawangsari, agar tidak hilang dan musnah. Maka langkah awal yang dilakukan oleh tokoh agama dan masyarakat Desa Tawangsari yang meminta kepada KH. Raden Mas Ahmad Fathani Ali untuk berkenan kembali ke Tawangsari.

Pondok Tawangsari mulai terbuka kunci pada tahun 1987, mulai tahun itu santri mulai berdatangan untuk mengaji di Pondok Pesantren Tawangsari dalam bimbingan Ustadz Sokhi Huda (cucu Modin Hasyim Tawangsari yang setia mendampingi KH. Raden Mas Ali semasa hidupnya) dan Ustadz Khoironi (dari Kediri, santri KH. Zamroji dan KH. Ahmadi).Setelah mendapatkan respon positif dari masyarakat dan mulai banyak yang mengaji di pondok ini, akhirnya Pondok Pesantren Tawangsari didaftarkan ke Departemen Agama Kabupaten Sidoarjo, dengan Nama Al Badri pada tahun 1987 disesuaikan dengan nama masjid yang berada di area pondok.


KH. Raden Mas Ahmad Fathani Ali, beliau adalah putra KH. Raden Mas Ali dan Ibu Nyai Khodijah. beliau pernah menempuh pendidikan kurang dari dua tahun di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo , 
Pada tahun 1990 M ,  Beliau kembali ke Tawangsari dan  menjadi penerus keberlangsungan Pondok Pesantren Al Badri sepeninggal KH. Mas Hasan Bisri, Kehadiran KH. Raden Mas Ahmad Fathani sangat penting dalam kaitannya dengan kronologi sejarah lahir dan berkembangnya Pondok Pesantren Tawangsari 

Pada Masa kepemimpinan Beliau yang menjadikan periode Yayasan terjadi antara tahun 1990 M hingga tahun 1996 M , dengan awalnya dimulai dengan pembangunan Pondok Pesantren Al Badri Tawangsari pada tanggal 27 Juli 1990, yang memprioritaskan membangun sarana pendidikan formal yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dengan perimbangan kondisional kekinian pada waktu itu. Sekaligus untuk menunjang keberadaan pondok pesantren dan memudahkan santri untuk mencari ilmu tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Hasil dari kerja panitia tersebut adalah berhasil mendirikan gedung SMP dengan nama SMP Darul Muta‟allimin yang mulai beroperasi sejak tahun 1992. Pada tanggal 29 Agustus 1992, telah berhasil terbentuknya sebuah yayasan dengan nama “Yayasan Darul Muta‟allimin” dengan akte notaris Ny. Tantien Bintarti, SH (Kalijaten Taman Sidoarjo) 

Langkah awal untuk mewujudkan keinginan tersebut adalah dibentuknya panitia pembangunan Pondok Pesantren Al Badri Tawangsari pada tanggal 27 Juli 1990, yang diketuai oleh Bapak Wahyu Suhantyo, SH. Upaya pembangunan gedung pondok segera dilaksanakan atas persetujuan KH. Raden Mas Ahmad Fathani yang memprioritaskan membangun sarana pendidikan formal yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dengan perimbangan kondisional kekinian pada waktu itu. Sekaligus untuk menunjang keberadaan pondok pesantren dan memudahkan santri untuk mencari ilmu tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Hasil dari kerja panitia tersebut adalah berhasil mendirikan gedung SMP dengan nama SMP Darul Muta‟allimin yang mulai beroperasi sejak tahun 1992.

Pemikiran yang berkembang setelah berdirinya SMP Darul Muta‟allimin ialah kebutuhan akan terbentuknya sebuah yayasan untuk mengatur management yang lebih baik. Pada tanggal 29 Agustus 1992, telah berhasil terbentuknya sebuah yayasan dengan nama “Yayasan Darul Muta‟allimin” dengan akte notaris Ny. Tantien Bintarti, SH (Kalijaten Taman Sidoarjo), dengan Ketua KH. Machin Rois, sedang KH. Raden Mas Ahmad Fathani sebagai penasehat yayasan. Yayasan ini menaungi beberapa lembaga, yaitu:

  1. Pondok Pesantren Darul Muta‟allimin. Meleburnya pondok pesantren dalam satu yayasan Darul Muta‟allimin, mengakibatkan perubahan nama dari Pondok Pesantren Al Badri itu sendiri.
  2.  Masjid Al Badri Tawangsari
  3. SMP Darul Muta‟allimin Tawangsari 
  4. MI Darul Muta‟allimin Tawangsari
  5. TK Muslimat IX Darul Muta‟allimin Tawangsari

Setelah berkembangnya Yayasan Darul Muta‟allimin begitu pesat, pada tahun 1997 KH. Raden Mas Ahmad Fathani Ali meninggal dunia. 
Selama hidupnya beliau menikah sebanyak tiga kali karena pernikahan kedua sebelumnya gagal atau pisah. 
Pernikahan pertama dengan Ibu Nyai Jam‟iyatin, putri dari KH. Abdul Wahab Chasbullah, Tambak Beras, Jombang dan belum mempunyai keturunan. Pernikahan kedua dengan Ibu Mas‟adah dari Sidosermo, Surabaya namun belum juga memiliki keturunan. Pernikahan ketiga, beliau menikah dengan Ibu Nyai Hj. Halimah dari Wonocolo, Surabaya. Setelah menikah dengan Ibu Nyai Hj. Halimah beliau tinggal di Wonocolo Surabaya selama kurang lebih 30 tahun. 

Wallohu A'lam Bissowab

والله أعلمُ بالـصـواب 
“Dan Allah Mahatahu yang benar atau yang sebenarnya”. 


Diambil dari beberapa sumber  
https://jatim.tribunnews.com/2021/04/11/sejarah-masjid-al-badri-sidoarjo-dibangun-oleh-keturunan-jaka-tingkir-sebarkan-islam-dengan-damai?page=3 , 
https://123dok.com/document/zx07m4wz-sejarah-perkembangan-pondok-pesantren-badri-tawangsari-taman-sidoarjo.html , 




Script
, ,

KH KHAMDANI SIWALANPANJI , DZURRIYAH & PERANAN DALAM MENCETAK ULAMA' PENERUS PANJI SYI'AR ISLAM





ASAL USUL KH. HAMDANI

A. KELAHIRAN DAN SEJARAH KEHIDUPAN KH. HAMDANI 

Hamdani  lahir tahun 1720 M di Pasuruan, ( belum diketahui benar Asal Desa kelahiran beliau ) menurut silsilah yang ada dari Dzurriyah Beliau , KH Hamdani merupakan salah seorang Keturunan Rosullulloh Muhammad  ﷺ dengan Silsilah KH. Hamdani bin Marrodani bin Sofyan bin Hasan Sanusi ( Mbah Slaga ) bin Sa'adillah ( Mbah sa'ad ) bin Syakaruddin  bin Maulana Sholeh Semendi ( kakak kandung Sayyidah Khodijah binti Hasanuddin ) bin Sultan Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati hingga merupakan Turun Rosulloh Muhammad ﷺ , ke 27 



Gambar 1 Gambar 2

Silsilah KH Hamdani hingga Maulana Sholeh Semendi & ke Rosullulloh Muhammad ﷺ 

KH. Hamdani menyerap Pelajaran Ilmu Agama Islam dari lingkungan pesantren keluarganya dan mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam yang luas dari orang tua beliau , 

Beliau ( Kyai Khamdani ) dikenal sebagai pribadi yang Zahid (tidak mementingkan urusan duniawi), 'Abid (ahli ibadah), dan Waro' (berhati-hati dalam segala hal) , dan kemudian sekitar tahun 1780 M  Beliau yang dalam satu cerita sudah cukup berumur ( Tua ) Melakukan  hijrah ketimur laut wilayah Sidoarjo, ke suatu tempat yang bernama Siwalan panji, yang pada waktu itu masih berupa hutan rawa-rawa, yang juga banyak di tumbuhi pohon siwalan atau lontar, disana Beliau melakukan banyak Riyadloh, Munajat dan tirakat selama hampir 7 tahun ber-Taqorrub kepada Allah Yang Maha Kuasa menjauhi segala kenikmatan duniawi, mengharapkan ketinggian derajat di sisi Allah dengan limpahan Rahmat dan Maghfirah-NYA.


Setelah genap Riyadloh 7 tahun kemudian beliau tergerak untuk mengabdikan sisa hidupnya untuk mendirikan lembaga pengajaran keagamaan, untuk memberikan pencerahan pada masyarakat , mewarisi Ilmu dan mencetak Ulama'-ulama yang menjadi pejuang Agama dan bangsa '
 
Tidak banyak sejarah yang menceritakan Peranan beliau di masyarakat ,  tetapi hasil pengabdian Beliau pada Ilmu dan Agama melahirkan Ulama'-ulama' besar yang menjadi Mercusuar Ilmu di Nusantara dan bahkan diluar tanah Air dengan Santri-santri Beliau yang belajar dan Mengajar di Makkatul Mukarromah dan Madinatul Munawwaroh serta penjuru negeri Muslim lainnya. 

" Beliau yang Bukan saja seorang Ulama'  tetapi juga seorang pengusaha kayu dan Kapal perahu  yang disegani oleh orang-orang dan Penjajah saat itu , Sifat Beliau yang tetap Zuhud  meski mempunyai kekayaaan yang diatas rata-rata  " Demikian diceritakan KH Abdul Bari yang merupakan salah satu Dzurriyah beliau

Beliau  mengabdikan diri dan mengambil peranan dalam Syi'ar Islam dengan salah satunya  mendirikan lembaga Pengajaran berupa Pondok Pesantren , Dimulai dengan Pengajian yang hanya diikuti masyarakat sekitar yang saat itu masih sulit menerima Ajaran Islam ditengah adat dan Budaya Masyarakat Hindu dan Kejawen yang kental , Beliau dengan Tekun , rajin , Istiqomah dan selalu bermunajat ahirnya dengan Izin Alloh SWT dan HidayahNya bisa membawa masyarakat sekitar memeluk dan mempelajari Agama Islam,  dan kemudian mendirikan Pondok Pesantren  yang berdiri Kokoh menggunakan bahan-bahan kayu Berkualitas yang bertahan hingga saat ini masih kokoh berdiri dengan corak dan Bahan-bahan dari Bangunan Lama .

Perjuangan Beliau melalui Pengajaran Ilmu dengan dibarengi Keistiqomahan dan Selalu Melakukan Munajat ke Robbul A'lamin berbuah dengan Perkembangan Pendidikan Pondok Pesantren yang dikenal masyarakat sekitar dan luar daerah hingga luar pulau .

B. PUTRA PUTRI DAN KETURUNAN ( DZURRIYAH ) KH. HAMDANI 

KH Hamdani yang menurut salahsatu sumber ,  Beliau Menikah Pada tahun 1770 M dengan perempuan dari Pasuruan yang bernama Nyai Latifah dikaruniahi Alloh SWT Putra sebanyak Tiga (3) orang yaitu Abdurrohim , Moch Ya'qub dan Ahmad , yang Dua Putra bisa beranjak Dewasa dan meneruskan Estafet Perjuangan dan Peranan Abah nya dalam Syi'ar Islam dan Pengajaran Ilmu , Amaliah Islam sementara Putra Terahirnya ( Ahmad ) telah lebih dulu dipanggil Keharibaan Allohu Robbul Izzah .
Dalam perkembangannya Pengasuhan dan Pengembangan Pengajaran di Pondok Pesantren KH. Hamdani dibantu oleh Kedua Putranya yang kemudian diberikan Tongkat estafet kepada kedua Putranya Tersebut

Dimasa Pondok Pesantren yang Estafet Pengasuhan dan Pengembangan di Amanahkan KH Hamdani ke Kedua Puta Beliau ( KH. Abdurrohim & KH. Ya'qub ) , Perkembangan Pesantren cukup diperhitungkan dan menjadi Rujukan bagi sebagaian Ulama' pada Masa beliau . setidaknya ada beberapa Santri Beliau yang kemudian menjadi Ulama'-ulama' dan Syi'ar panji-panji Islam berkembang dari Siwalan Panji .

KH. Abdurrohim yang dikaruniahi Lima (5) orang Putra-Putri yaitu   Rohminatun , Mutma'innah ,  Irsyad ,  Hasyim dan  Maimunah dan KH. Ya'qub yang dikaruniahi Delapan (8)  orang Putra-putri yaitu Tohir  ,  Siddiq , Fatimah ,  A'isyah ,  Ruqoyyah ,  Asfiyah , Khodijah dan Abdul Mukhith


Pada Masa Generasi Ke-dua Pengasuhan dan Pengembangan Pondok Pesantren tersebut terjadi pembagaian peran yang tak tertulis dengan tetap kerjasama bagi kemaslahatan Ummat. Kyai Abdurrohim yang dengan pengetahuan dan Ke"Ilmuan"nya lebih banyak Fokus pada Pengasuhan dan Pembinaan Santri-santri sementara Kyai Ya'qub yang disamping seorang Ulama' dengan Ke"Ilmuan"nya beliau juga mewarisi Abah Beliau yang seorang Saudagar dengan Melanjutkan Usaha dari Abah Beliau untuk Sebesar-besarnya digunakan untuk Kemaslahatan Ummat dan untuk Pengembangan Pondok Pesantren dan Syi'ar Islam.

C. MANGKATNYA  ( WAFAT ) KH. HAMDANI 

Setelah dirasa dua orang putra beliau di atas cukup mampu untuk melanjutkan perjuangan dan mengembangkan pendidikan, beliau Kyai Khamdani kembali ke Pasuruan dan wafat disana, Dimasa Penjajahan yang kerap kali seseorang harus menyamarkan identitasnya terutama bagi mereka yang dikenal Masyarakat dan mempunyai pengaruh bagi perjuangan Agama dan bangsa agar tidak diintimidasi dan ditangkap penjajah , KH Hamdani juga melakukan hal tersebut dengan kembali ke Pasuruan dalam penyamarannya menjadi masyarakat biasa dan beliau wafat ditempat yang saat itu tidak banyak masyarakan mengetahuinya Hingga Alloh S.W.T dengan Kuasanya bisa menuntun Dzurriyah Belaiu menemukan Makam beliau dan memindahkannya di Pesarean yang tidak jauh dari Pondok Pesantren yang beliau dirikan di Siwalan panji Buduran-Sidoarjo , pada tanggal 4 Juni 2012 


DA'WAH DAN MENCETAK KADER PENERUS PANJI ISLAM


A. PENDIDIKAN LINGKUNGAN KELUARGA 

KH. Hamdani yang membesarkan kedua Putra Beliau di Pasuruan dan dilingkungan pesantren keluarganya ,  Beliau (KH. Hamdani ) Juga mendorong dan mendidik putra-putra beliau bisa mendapatkan ilmu pengetahuan agama Islam yang luas dari orang tua beliau dan juga belajar ke beberapa pesantren di Jawa dan di Makkatul Mukarromah

Pendidikan dan Pengasuhan KH Hamdani ke Putra-putranya berbuah dengan kemampuan Putra-putra beliau yang 'Alim dalam berbagai Ilmu-ilmu Agama dan dapat mengemban Amanah untuk Estafet Ke"Ilmuan " dari KH Hamdani sehingga Sanat Ilmu dan Nasab bisa berpadu untuk menjadi Amal Jariah dan Menjadi Amal untuk pengembangan Syi'ar Islam


B. DA'WAH  DI  PONDOK PESANTREN SIWALNPANJI  ( AL-HAMDANIYAH )

1. Masa Periode Pendirian  (Muassis ) Generasi Pertama Pondok Pesanteren Siwalanpanji  

 
Pondok Pesatren Al-Hamdaniyah merupakan salah satu Media da'wah KH Hamdani dalam Syi'ar dan Menyebarkan /mengajarkan Ilmu-ilmu dan Amaliah Islam ,  Pondok Pesantren yang menjadi tertua di Jawa Timur , tersebut  yang didirikan tepatnya pada tahun 1787 M . dan lebih dikenal sebelumnya dengan Pondok Pesantren "Siwalanpanji " 

Menurut riwayat dan cerita yang disampaikan Dzurriyah Beliau KH Abdul Bari , pada waktu KH. Hamdani membangun Pondok, Beliau yang juga seorang Pengusaha/Pedagang kayu & kapal paham benar dengan Kualitas berbagai kayu dan untuk pembangunan tersebut Beliau  mendatangkan kayu dari daerah Cepu Jawa Tengah dengan dinaikkan perahu besar/kapal. Namun ditengah jalan perahunya pecah berantakan. Akan tetapi Allah Maha Besar, kayu-kayu tersebut berjalan sendiri melewati sungai dan berhenti persis di depan area Pondok , dan diceritak Beliau Pula dari kayu-kayu yang berserakan tersebut ada satu kayu yang tersangkut di kawasan Kediri, dan sekarang disebut menjadi kayu cagak Panji di Kediri.

2. Masa Pewriode ke-Dua (2) dan Rintisan  Pondok Pesanteren Siwalanpanji  &  Pengembangan Sanat Ilmu , Keterikatan Nasab  

Pesantren yang terletak di desa Siwalan Panji Buduran Sidoarjo itu terbilang pesantren tertua di Jawa Timur setelah pesantren Sidogiri Pasuruan. Pesantren yang setelah Babat Alas (Pendiriannya ) dilakukan KH Hamdani dan diteruskan oleh Kedua Putra Beliau yaitu KH. Abdurrohim dan KH Ya'qub berkembang dan menjadi Rujukan Ilmu bagi Santri-santri saat itu yang kemudian santri-santri tersebut menjadi Ulama'-ulama' yang cukup disegani karena Ilmu dan Karomahnya  , dan juga menjadi salah satu saksi sejarah persebaran Islam dan melahirkan ulama'-ulama' besar Nusantara dan menjadi satu dari sekian sumber mercusuar ilmu  di Penjuru Negeri-negeri Islam. 

KH. Abdurrohim yang lebih banyak melakukan Pengajaran kepada santri-santrinya di Lingkungan Pondok Pesantran Al-Hamdaniah Siwalan panji  , yang Beliau ( KH. Abdurrohim ) dikenal juga Sifat Abid ( Ahli ibadah ) , waro' ( berhati-hati dalam segala hal )  , Muchlis ( Ihlas Melakukan segala hal ) menurun dari Sifat yang dimiliki Abahnya (KH Hamdani ) mejadikan mampu mencetak Santri-santri beliau menjadi orang-orang yang berilmu dan Berakhlaqul Karimah . Ke " Zuhud " an dan Kebiasaan Beliau yang selalu bermunajat kepada Alloh SWT dengan tidak lupa mendo'akan Santri-santrinya agar Ilmu-ilmu yang beliau sampaikan/Ajarkan  ke Santri-santrinya menjadi Ilmu yang Bermanfaat   menjadi Senjata Utama dan Ikhtiar Batin setelah Ikhtiar Dhohir dg mengajarkan Ilmu ke Santri-santi . 

KH Ya'qub yang sama dengan sang kakak ( KH. Abdurrohim ) yang Juga seorang A'lim , Abid ,  juga menurunkan sifat sang Abinya ( KH Hamdani ) yang juga menjadi seorang Saudagar/Pengusaha .  Kejelian Beliau ( KH. Ya'qub ) yang dikaruniahi Kejelian dalam melihat peluang,  baik Peluang dalam berusaha/berdagang maupun  peluang dalam melihat potensi seseorang yang bisa Dididik dan dikembangkan , rupanya terbawa juga dalam meliahat Peluang potensi Santri-santri beliau yang bisa dididik lebih intens dan menjadikan kader-kader pejuang Ilmu dan menjadi Ulama'-ulama' besar . Beliau yang dikisahkan juga sering berangkat Haji ditengah kesulitan Ekonomi sebagaian besar masyarakat dibawah penjajahan Belanda waktu itu , namun dengan Kekayaan dan pengaruhnya bisa melaksanakan Haji dan banyak bertemu dengan Ulama'-ulama' makkah yang mengajar disana termasuk salahsatunya dengan Syekh Nawawi Al bantani yang kemudian menjadi Besan Beliau dengan menikahkan Putra kyai Ya'qub yang bernama Abdul Muhith dengan Putri Syekh Nawawi Al Bantani dari Istri kedua beliau Nyai Hamdanah 


Pondok Pesantren Siwalanpanji yang saat itu lebih dikenal dengan merujuk pada Lokasi dimana Pondok Pesantren tersebut berada ( Sebagaian ada yang yang menyebut Pondok Panji ) dan saat ini bernama Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah , pada masa Rintisan  di generasi ke-dua di bawah Pengasuhan/Masyayikh dari KH. Ya'qub Hamdani dan KH. Abdurrohim Hamdani , Pondok Pesantren Siwalanpanji tercatat mengalami perkembangan sebagai pesantren yang menjadi rujukan  Ilmu di masa tersebut . 
 
Pada masa Rintisan di generasi ke-dua di bawah Pengasuhan/Masyayikh dari KH. Ya'qub Hamdani dan KH. Abdurrohim Hamdani Tercatat ada Santri-santri beliau yang mempunyai Potensi kecerdasan , Potensi Keilmuan dan potensi menjadi Ulama' Besar bagi syi'ar Islam lahir dari keistiqomahan Beliau berdua ( KH. Abdurrohim dan KH Ya'qub ) yang bahkan kemudian agar Sanad keilmuan dan Sanad Nasab bisa berlanjut beliau menikahkan Putri-putri nya ke Santri tersebut . 

Santri-santri yang tercatat bersambungan Sanad Nasab ke Beliau yaitu KH. Moch Khozin bin Choiruddin  dan KH Hasyim Asy'ari bin Asy'ari   yang kemudian Menjadi Ulama' besar dan Melahirkan banyak kader-kader Terbaik yang kini Menjadi Ulama'-Ulama' yang A'lim dan Masyhur, bahkan KH Hasyim Asy'ari merupakan salah satu pendiri (Muassis ) Nahdlatul Ulama,  berikut beberapa uraian Beliau : 

KH. Moch Khozin yang merupakan Putra dari Khoiruddin bin Ghozali bin Raden Mustofa (alias Mbah Jarot, Ngepo Sidoarjo). dalam satu Riwayat  Beliau dilahirkan pada tahun 1847 M/ 1259 H di sebuah desa kecil yang terletak di Getok Mojosari Mojokerto , Beliau Tumbuh dalam asuhan Ayahandanya K.H Khoiruddin , Menginjak umur 20 tahunan beliau memulai perjalanan menuntut Ilmu disebuah Pesantren di Siwalan Panji Buduran Sidoarjo , Kecerdasan dan Akhlaq yang unggul dari santri-santri lainnya membuat KH Ya'qub melihat potensi Beliau untuk dididik lebih dari Santri-santri lainnya hingga Beliau ( KH Moch Khozin ) yang saat itu sudah mondok selama 4 tahunan di panji  diambil Menantu oleh KH Ya'qub dengan dinikahkan  Putrinya yang merupakan anak nomor tiga ( Merupakan Putri Pertama ) . Setelah Menikahkan dengan Putrinya tersebut KH Ya'qub memerintahkan Sang Menantu ( KH. Moch Khozin ) untuk melanjutkan menuntut Ilmu di Makkatul Mukarromah didampingi Sang Istri yang merupakan Putri KH Ya'qub tersebut , 
Beliau belajar di sana sekitar 6 tahun lamanya dengan di dampingi istri tercinta beliau Nyai Fatimah binti KHR. Ya'kub bin Hamdani . Hasil pertalian kasih beliau dengan Nyai Fatimah sang isteri tercinta, Allah  SWT. menganugrahi  tiga orang anak yang lucu dan berparas rupawan , namun Alloh tidak lama memberikan kebahagian kepada kyai Khozin karena kedua anak beliau meninggal dunia lebih dulu dan kelahiran putra ketiganya  putra yang dilahirkan di kota Makkah dengan paras yang tampan rupawan yang kelak akan menjadi orang yang berbudi pekerti luhur bernama M. Abbas. kembali mengisi kebahagiaan mereka  namun itu juga tidak berselanglama dengan meninggalnya Istri tercinta beliau Nyai Fatimah binti Ya'qub di makkah ( dalam satu Riwayat  " Nyai Fatimah binti KH Ya'qub istri KH Khozin tersebut Meninggal di Makkah dan dimakamkan di Sana ) " demikian disampaikan  salah Dzurriyah Beliau  Much Mahbub bin Abdul Choliq

 Beliau (KH. Moch Khozin ) kemudian kembali ke Tanah Air  , dan dengan wafatnya Istri Beliau di Makkah tersebut , Beliau kembali ke tanah air hanya dengan putra terkasihnya , menurut cerita KH. Abdul Bari yang merupakan Dzurriyah Beliau . Setelah KH. Moch Khozin  balik ke siwalanpanji beliau merasa kepingin mandiri dengan Istikhorohnya , Beliau membangun rumah di Buduran yang letaknya tidak jauh dari siwalanpanji . ternyata keinginan tersebut  tidak mendapatkan restu dari kedua masyayikh Pesantren Siwalanpaji tersebut ,   bahkan ceritanya Kyai Ya'qub pernah menyampaikan ke  Kyai Khozin " Khozin ..... kalau kamu meninggalkan panji nanti panji bisa kembali menjadi hutan belantara "  , demikian disampaikan agar kyai Khozin tetap menetap di Siwalanpanji dan melanjutkan ikut mengasuh disana , yang kemudian Kyai Khozin  melanjutkan Estafet Kepemimpinan Pengasuhan Pondok Pesantren Al-Hamdaniah pada Periode Ke Tiga ( Setelah Generasi ke II oleh KH Abdurrohim dan KH Ya'qub ) ,  
Kembali Ikatan Nasab dijalin  oleh keluarga panji dengan Menikahkan saudara sepupu Nyai Fatimah yang juga merupakan  Putri KH. Abdurrohim Hamdani yang bernama " Nyai Maimunah ".  
Nyai Maimunah yang saat itu telah menjanda dengan ditinggal wafat suami pertamanya dan telah mempunyai seorang putri dari pernikahan pertamanya , Menikah dengan seorang Duda yang bernama " Kyai Khozin "  yang juga ditinggal istrinya dengan membawa seorang putra dari pernikahan pertamanya ,  Dari pernikahan kedua ini Beliau dengan Nyai Maimunah ini pernikahan Kyai Khozin  dikaruniahi  Tujuh (7) Orang Anak  yang kelak juga menjadi Pewaris Estafet  Perjuangan Syi'ar Islam.

 Keilmuan dan Akhlaq KH. Much. Khozin yang mumpuni mampu menjadi daya tarik bagi Masyarakat untuk bisa Mondok dan menjadi Santri di Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah dan menjadi Rujukan bagi bebarap Ulama' pada Masanya.

Dalam satu kisah  disampaikan oleh Dzurriyah beliau ( Jamaluddin Alawi bin KH Misbah Saddat ) tentang Karomah dan Akhlaq KH. Moch Khozin  dalam " Kisah titip Salam Baginda Rosulillah saw dan Imam Syafi'i kepada Mbah Yai Khozin melalui Syaichona Kholil dan perintah memulai Khataman Tafsir Jalalain. " yang  meriwayatkan dari Pamanda, Ami KH. Abdul Bari, dari Paman beliau, Mbah KH. Mujib bin Abbas bin Khozin,

Disampaiakan  bahwasanya Syaichona Kholil dan Mbah Yai Khozin adalah Sahabat saat menimba Ilmu di Makkah, beliau berdua sudah akrab di Makkah, bahkan bisa jadi saat di Pesantren Panji sudah saling kenal, karena beliau berdua sama-sama Santri Panji, cuma lebih dulu Syaichona Kholil, karena lebih sepuh Syaichona. Mbah Khozin diambil mantu Gurunya, yaitu Syaikh Ya’qub bin Hamdani, seorang Kiyai yang Alim dan Kaya Raya. Lalu setelah dinikahkan dengan putrinya, Mbah Khozin diberangkatkan ke Makkah bersama Istrinya untuk menimba ilmu pada Ulama Haromain. Sampai beliau dikarunia tiga orang anak disana, dari ketiga Putra-putri Beliau yang kelahiran di Makkah tersebut , hanya Satu yang bisa tumbuh Besar  yaitu Abbas, sedangkan Dua (2) Anak beliau Wafat disana saat masih kecil 

Suatu Ketika saat Syaichona di Makkah, beliau melihat ada Khataman Tafsir Jalalain di Masjidil Harom saat Romadhon, beliau berangan-angan “betapa mulianya andai di Jawa ada Khataman Tafsir Jalalain saat Romadhon”. Akhirnya beliau bertemu (entah terjaga atau lewat mimpi) dengan Baginda Rosulillah  ﷺ  dan Imam Syafi’i, Baginda dawuh kepada Syaichona “Sampaikan salamku kepada Kiyai Khozin Panji, bilang kepada dia agar memulai Khataman Tafsir Jalalain Romadhon depan”.
Akhirnya ketika beliau pulang ke kampung halamannya, di Pesantrennya, beliau bilang kepada para santri, “siapa yang tahu Kiyai Khozin Panji?” ada salah seorang santri yang kenal, beliaupun bilang “Tolong kamu sowan kepada beliau, sampaikan Salam dari Rosululloh dan Rosululloh mengutus beliau untuk memulai Khataman Tafsir Jalalain Romadhon depan”.
Setelah Mbah Khozin diberitakan hal itu, beliau hendak sowan ke Syaichona Kholil, beliau ingin Tabarrukan ikut ngaji. Tapi tiba-tiba Syaichona menutup pondok dan bilang bahwa tidak ada ngaji! pesantren libur dan tidak terima tamu!. Beberapa kali Mbah Khozin mencoba sowan lagi tapi tetap Syaichona seperti itu, Mungkin Syaichona merasa tidak enak karena yang dapat Salam dan Perintah itu Mbah Khozin, sedangkan Mbah Khozin ingin bertabarruk kepada Syaichona karena beliau yang bertemu Baginda dan Imam Syafi’i, Wal hasil akhirnya Mbah Khozin pulang. 
Saat Romadhon tiba beliau memulai Khataman Tafsir Jalalain. dan saat itu pula Syaichona meliburkan pesantrennya menyuruh seluruh santrinya untuk ikut Ngaji Khataman Jalalain kepada Mbah Khozin Panji. 

Banyak Pelajaran yang dapat diambil dari kisah diatas diantaranya:
  • Para Ulama kita selalu terkoneksi dengan Baginda Rosulillah
  • Saling Support antar Ulama walau bukan keluarga sendiri, tapi Support karena warisan Ilmu dan sanadnya.
  • Ketawaddhu’an beliau berdua; Mbah Khozin ingin ngalap berkah dan Syaichona merasa tidak pantas.


KH. Hasyim Asy’ari lahir di desa Nggedang sekitar dua kilometer sebelah Timur Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa kliwon,  12 Dzulqa’dah tahun 1287  atau bertepatan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim sedangkan ayahnya bernama Asy’ari dan ibunya bernama Halimah. 
Dari ayahnya Asy’ari bin Abdul Wahid (Pangeran Sambo )  bin Abdul Halim ( Pangeran Benawa ) bin Abdul Rahman ( Mas Krebet/Jaka Tingkir ) yang kemudian bergelar  Sultan Hadiwijaya  bin Abdullah ( Lembu Peteng ) yang kemudian bergelar Brawijaya VI bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq bin Ainul Yakin yang populer dengan sebutan Sunan Giri,

Kiai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang haus pengetahuan agama (islam). Untuk mengobati kehausannya itu, Kiai Hasyim pergi ke berbagai pondok pesantren terkenal di Jawa Timur saat itu. Tidak hanya itu, Kiai Hasyim juga menghabiskan waktu cukup lama untuk mendalami Islam di tanah suci (Makkah dan Madinah). Dapat dikatakan, Kiai Hasyim termasuk dari sekian santri yang benar-benar secara serius menerapkan falsafah Jawa, “Luru ilmu kanti lelaku (mencari ilmu adalah dengan berkelana) atau sambi kelana”   

Pada usia muda Hasyim Asy’ari mulai melakukan pengembaraan ke berbagai pesantren di luar daerah Jombang. Pada awalnya, ia menjadi santri di pesantren Wonokojo di Probolinggo, kemudian berpindah ke pesantren Langitan, Tuban. 

Merujuk pada buku "Profil Pesantren Tebuireng", KH Hasyim Asy'ari melanjutkan mencari ilmu ke Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, di bawah asuhan Kiai Kholil bin Abdul Latif. DI sini Beliau Belajar dan mendalami  berbagai bidang kajian islam, terutama tata bahasa arab, sastra, fiqh dan tasawuf kepada Kiai Kholil

Kemudian spada tahun 1307 Hijriah atau tahun 1891 Masehi, Beliau belajar di Pesantren Siwalanpanji, Sidoarjo, di bawah bimbingan Kiai Ya'qub. Di Pondok Pesantren ini Beliau belajar  Terakhir sebelum belajar ke Mekkah, Beliau  nyantri dan tinggal lama di pesantren Siwalanpanji Sidoarjo  kuranglebih 4-5 tahun , Sidoarjo, di bawah asuhan kiai Ya’qub, sampai akhirnya  Kyai Ya'qub Hamdani melihat Potensi kecerdasan dan Akhlaq yang baik dari sang santri tersebut sehingga Mengambil menjadi  menantu dan dinikahkan dengan anaknya yang bernama Khadijah pada tahun 1892. Tidak lama setelah pernikahannya sang menantu (KH. Hasyim Asy’ari) dengan ditemani oleh Putrinya diperintahkan untuk kembali melanjutkan Pendidikan di Makkatul Mukarromah untuk memperdalam ilmu pengetahuan Islam kepada Ulama-ulama di sana, Di tanah kelahiran Nabi Muhammad ﷺ   , yang merupakan sumber Ilmu Islam tersebut KH Hasyim Asy'ari cukup lama tinggal dan belajar disana , hampir seluruh disiplin ilmu agama dipelajarinya oleh KH Hasyim Asy'ari , terutama ilmu hadist. 

Namun, saat berada di Mekah, istri Hasyim Asy'ari  ( Nyai Khodijah ) meninggal dunia setelah melahirkan Putra pertama mereka . Demikian pula dengan anaknya yang dilahirkan di Mekah yang diberi nama Abdulloh juga meninggal dunia disana . Kepergian orang-orang tercinta beliau ( Istri dan Anaknya ) membuat Hasyim Asy'ari harus kembali ke tanah air yang sekalian bertemu dengan sang Mertua yang juga gurunya KH Ya'qub Hamdani tersebut 

Hubungan kekerabatan kembali disambung oleh sang Kyai kepada santri yang dibanggakan akan kecerdasan dan Akhlaq , Adab tersebut dengan menikahkan Cucunya " Nafisah " putra dari Kyai Siddiq Ya'qub yang saat itu masih berusia 9-11 tahun ( berbeda pendapat antar Dzurriyah mengenai Umur Nafisah saat itu ) dengan KH Hasyim Asy'ari , dan kembali  Hasyim Asy'ari kembali ke Mekah namun karena Istri kedua tersebut tidak mau diajak ke Makkah sehingga ditinggal di Tanah air ( menurut Riwayat diminta menceraikan sebelum berangkat ke Makkah ). 

3. Masa Generasi ke Tiga (3) dan Pengembangan  Pondok Pesanteren Siwalanpanji  & Mencetak Kader Penerus Panji Islam

Kedua Menantu dari Keluarga panji yang dibanggakan akan Kecerdasannya , Keilmuannya dan Akhlaqnya tersebut membawa Kamaslahatan dengan Berkembangnya Panji-panji Ajaran Islam ke seluruh Negeri dengan cara Syi'ar Islam yang mungkin ada perbedaan media da'wah kedua Menantu Dzurriyah Hamdani tersebut , Kyai Khozin yang lebih memilih Pendidikan dan pengajaran salaf dengan Pondok Pesantren dan Khalaqohnya sedangkan KH Hasyim Asy'ari lebih pada Perjuangan pendidikan lewat perjuangan Organisasi dan Kebangsaan yang hingga membawa Nama Beliau dikenal sebagai seorang Pendiri Organisasi Masyarakat dalam keagamaan yang terbesar saat ini di Indonesia dengan Nahdlotul Ulama' nya 

Pada Masa Pengembangan tersebut  yang merupakan generasi ke-tiga Masyayikh PP Siwalanpanji  sebenarnya estafet Kepemimpinan diberikan kepada putra dari KH. Abdurrohim  Hamdani yaitu KH. Hasyim  yang  menikah dengan Putri KH. Ya'qub ,  sehingga merupakan menantu KH. Ya'qub Hamdani dengan menikahi putri ke-enamnya KH. Ya'qub ( Nyai Asfiyah Ya'qub ) yang merupakan saudara sepupu Beliau . 
Beliau yang sebelumnya mengasuh/mengelola  pondok " Bawean " yang merupakan sebuah pondok yang terletak tidak jauh dari Pondok induk Siwalanpanji  ( sebelah timur ) tersebut kemudian  menjadi generasi penerus sebagai Masyayikh/Pengasuh di Pondok pesantren induk Siwalanpanji 

Pada masa tersebut kepengasuhan juga dibantu oleh Menantu KH. Ya'qub lainnya dari Suami putri ke-tiga KH. Ya'qub yang bernama Nyai Fatimah Ya'qub  sehingga merupakan kakak kandung dari Istri KH. Hasyim . Menantu tersebut adalah Santri terpilih Beliau yang bernama KH. Moch. Khozin bin Choiruddin  ,  dengan Kealimannya dan Akhlaq nya kemudian dipercaya untuk menjadi Pengasuh dan Penerus Pengembangan Pondok Pesantren Siwalanpanji  (Al-Hamdaniyah ), Beliau yang pada masa ini  merupakan " Masterpiece "  demikian disampaiakan KH. Abdul Bari mengistilahkannya . banyak santri-santri dari Pelosok negeri datang untuk menimbah Ilmu pada Kyai dari didikan dan Sanad Ilmu dari makkatul Mukarromah tersebut , 
Beliau  (KH Khozin ) yang saat sang mertua (KH. Ya'qub ) masih hidup diperintahkan untuk membantu Pengasuhan di Pondok Siwalanpanji  dan berlanjut hingga Mertua beliau wafat tersebut dengan tetap menghormati keberadaan penerus Masyayikh Pondok Siwalanpanji ke Generasi yang merupakan penerus Nasab secara langsung dari KH. Hamdani  dari putra KH. Abdurrohim  yaitu KH. Hasyim Abdurrohim .  Sikap tawaddu' dan sikap menghormati Nasab dari  sang Guru tersebut  , beliau yang hanya menantu  dari Kyai ya'qub  tersebut  selalu mengarahkan kedatangan santri yang akan mondok/belajar ke KH. Khozin selalu diperintahkan oleh KH. Khozin untuk sowan dan minta restu ke KH. Hasyim Abdurrohim dahulu , begitu juga dalam urusan amaliah sosial  yang pada zaman dahulu zakat , qurban dll selalu diberikan ke Kyai untuk pengelolaan dan pemanfaatannya . jika ada yang memberikan ke Kyai Khozin selalu diarahkan ke KH. Hasyim Abdurrohim dahulu . demikian disampaiakan KH Abdul bari menyampaikan cerita yang pernah diceritakan KH. M. Abbas Khozin . 

Pada Masa ini , menjadi Masa keemasan Pondok Pesantren Al Hamdaniyah Sidoarjo . Tak hanya terkenal di Nusantara namun juga terkenal hingga ke mancanegara sehingga para santri saat itu diklasifikasikan berdasarkan kota / negara mereka berasal.  pada saat itu  pondok Siwalanpanji terkenal dengan keilmuwan tafsir dan fiqihnya, KH. Khozin Khoiruddin sebagai orang yang pertama kali memprakarsai pengajaran tafsir.

Beberapa Santri yang kemudian menjadi Penerus Panji Syi'ar Islam Lahir dari Pondok Pesantren yang berada di Sidoarjo Tersebut , beberapa Ulama' tersebut disebutkan Oleh KH. Abdul Bari yang sedikit banyak mengetahui sejarah KH Hamdani dan Dzurriyahnya , dengan menyebutkan Ulama'-ulama' masyhur yang pernah menjadi Santri  antara lain :
  • KH. Wahab Hasbulloh 
  • KH  Mas Alwi  Abdul Aziz
  • Kyai Ridwan Abdullah
  • Kyai Abdul Hamid Hasbulloh 
  • KH.Ahmad Sahal
  • KH.Zaenuddin Fananie
  • KH As'ad Samsul Arifin
  • KH Mansur Pacul Gowang
  • KH Maskur (Mantan Menteri Agama ) 
  • KH. Muhammad Dahlan 
  • KH. Abdul Wahid Hasyim
  • KH Anwar Alwi
  • KH. Moh. Said Ketapang
  • KH. Anwar Nur 
  • KH. Umar Sumberwringin Jember
  • KH. M. Utsman al-Ishaqi
  • KH. Abdul Majid (Bata-bata Pamekasan)
  • Mbah Hamid Abdullah Pasuruan, 
  • Mbah Ud Pagerwojo, 
  • Mbah Jaelani Tulangan.
  • KH Mahrus Ali 
Berikut Klarifikasi/Tasheh yang ditelusuri setelah mendapatkan informasi tersebut : 

Kyai Mas Alwi
  Sosok pemberi nama Nahdlatul Ulama (NU) adalah Sayid Alwi Abdul Aziz al-Zamadghon. Lazim disebut Kiai Mas Alwi. Ia putra kiai besar, Abdul Aziz al-Zamadghon. Bersepupu dengan KH. Mas Mansyur dan termasuk keluarga besar Sunan Ampel, yang juga pendiri sekolah Nahdlatul Waton dan pernah belajar di pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan, Madura. Dari pulau garam, ia melanjutkan sekolah di Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, lalu memungkasi rihlah 'ilmiyah-nya di Makkah al-Mukarromah. ( sumber : https://www.nu.or.id/tokoh/kiai-mas-alwi-pendiri-nahdlatul-ulama-yang-terlupa-U0l4G ) 


Kyai Ridwan Abdullah  merupakan sosok kiai yang menciptakan lambang Nahdlatul Ulama (NU). Ia menciptakan lambang organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, bahkan di dunia, itu berdasarkan perintah dari muassis NU Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari. (   ) 
KH. Ridwan Abdullah wafat pada tahun 16 Februari 1962 di usianya ke 78 tahun. Beliau lalu dimakamkan di Pemakaman Tembok Surabaya. ( sumber : https://jatim.nu.or.id/rehat/kisah-kiai-ridwan-abdullah-ciptakan-lambang-nu-lewat-istikharah-sIQR8 ) , Kyai Ridwan Abdulloh yang Sesudah tamat dari Sekolah Dasar Belanda, KH. Ridwan Abdullah nyantri di beberapa pondok pesantren di Jawa dan Madura, di antaranya, Pondok Buntet Cirebon, Pondok Siwalan Panji Buduran Sidoarjo dan di Pesantren Syaikhona Cholil Bangkalan, Madura. Di tahun 1901, KH. Ridwan Abdullah pergi ke tanah suci Makkah dan bermukim di sana selama kurang lebih tiga tahun. Di tahun 1911 beliau kembali lagi ke Mekkah dan bermukim di sana selama 1 tahun. 
( sumber : https://www.laduni.id/post/read/58582/biografi-kh-ridwan-abdullah ) 

KH. Ahmad Sahal adalah salah seorang dari tiga bersaudara pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. 
Beliau lahir di Desa Gontor, Ponorogo, pada 22 Mei 1901. Putra kelima dari Kyai Santoso Anom Besari, trah Pondok Pesantren Tegalsari Jetis, tiga km arah barat Gontor, tempat salah seorang Pujangga Keraton Surakarta Raden Ngabehi Ronggowarsito nyantri.

KH Ahmad Sahal menempuh pendidikan di Sekolah Rendah (Vervolk School) atau Sekolah Ongko Loro. Setamat Sekolah Rendah beliau mondok di berbagai pondok pesantren, antara lain di pondok Kauman Ponorogo; pondok Joresan Ponorogo; pondok Josari Ponorogo; Pondok Durisawo Ponorogo; Siwalan Panji Sidoarjo; Pondok Tremas Pacitan. ( sumber : https://www.gontor.ac.id/k-h-ahmad-sahal )
Dalam sebuah cerita dari KH Abdul Bari diceritakan Beliau yang merupakan salah satu dari Trimurti pendiri Pondok Pesantren Modern Gontor tersebut pernah ngaji dan menjadi Santri ke Siwalanpanji dan pernah 3 kali di   oleh kyai Khozin , ngomong ke Kyai Khozin dan menga

KH. Zainudin Fananie (lahir di Gontor, 23 Desember 1908 – meninggal di Jakarta, 21 Juli 1967 pada umur 58 tahun) merupakan Trimurti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo bersama 2 orang yang lain KH Ahmad Sahal dan KH Imam Zarkasyi. Ia merupakan putera keenam dari Kyai Santoso Anom Besari.
KH. Zainudin Fananie  menempuh pendidikan Masuk Sekolah Dasar Ongko Loro Jetis Ponorogo, sementara itu mondok di Pondok Pesantren Josari Ponorogo, yang belakang sekali ke Termas Pacitan, lalu ke Siwalan Panji Sidoarjo. Dari sekolah Ongko Loro ia pindah ke sekolah dasar Hollandshe Inlander School (HIS), yang belakang sekali melanjutkan ke Kweekschool (Sekolah Guru) di Padang. Setelah tamat sekolah guru ia masuk Leider School (Sekolah Pemimpin) di Palembang. Selain itu, ia pernah berlatih pada Pendidikan Jurnalistik dan Tabligh School (Madrasah Muballighin III) di Yogyakarta, dan habis pada tahun 1930 ( sumber : https://www.gontor.ac.id/k-h-zainuddin-fanani )


Kiai Haji Raden As'ad Syamsul Arifin adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah di Desa Sukorejo, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Beliau adalah ulama besar sekaligus tokoh dari Nahdlatul Ulama dengan jabatan terakhir sebagai Dewan Penasihat (Musytasar) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hingga akhir hayatnya

Kiai As'ad lahir di Syi'ib Ali, Mekah pada tahun 1897 M/1315 H. Beliau merupakan anak pertama dari pasangan Raden Ibrahim dan Siti Maimunah, keduanya berasal dari Pamekasan, Madura. KH. R. As'ad Syamsul Arifin masih memiliki darah bangsawan dari kedua orang tuanya. Ayahnya, Raden Ibrahim (yang kemudian lebih dikenal dengan nama K.H. Syamsul Arifin) adalah keturunan Sunan Ampel dari jalur sang ayah. Sedangkan dari pihak ibu masih memiliki garis keturunan dari Pangeran Ketandur, cucu Sunan Kudus.
Kiai As’ad merupakan anak dari seorang ulama, sejak kecil beliau telah mendapat didikan langsung dari ayahnya.Pada umur 6 tahun As’ad kecil telah terpisah dari kedua orang tuanya dia ditaruh di Pesantren Sumber Kuning Pamekasan. Menginjak usia 11 tahun As’ad di ajak oleh ayahnya menyebarang ke tanah Jawa. Saat beranjak usia 13 tahun As’ad remaja telah dikirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Banyuanyar dibawah asuhan Kiai Abdul Majid dan Kiai Abdul Hamid.

Sekitar umur 16 tahun As’ad melanjutkan mondok nya ke Makkah, Di samping itu dia juga menjadi murid dari beberapa guru terkenal di Makkah diantaranya Syaikh Hasan al-Massad yang fokus kajiannya berupa ilmu nahwu dan bahasa Arab, Sayyid Muhammad Amin al Kutby dalam ilmu tauhid dan fiqh, sedangkan dalam ilmu kesusastraan Arab dia belajar kepada Sayyid Hasan al-Yamani, dan menimba ilmu tasawuf kepada Sayyid Abbas alMaliki. Dalam menempuh pendidikan di Mekkah KH. R. As'ad Syamsul Arifin  berteman dengan Zaini Mun’im , Ahmad Thoha, Ahmad Thoha Sumber Gayam, Baidlowi, dll yang telah menjadi Kiai besar di tanah Jawa khususnya di daerah masingmasing.

Pada tahun 1924, setelah beberapa tahun belajar di Mekah,KH. R. As'ad Syamsul Arifin  kemudian pulang ke Indonesia. Setelah sampai di kampungnya, KH. R. As'ad Syamsul Arifin  memutuskan untuk memperdalam ilmunya dan melanjutkan belajarnya. Ia pergi ke berbagai pesantren dan singgah dari pesantren satu ke pesantren lain, baik untuk belajar maupun hanya untuk ngalaf barakah (mengharap berkah) dari para kiai. KH. R. As'ad Syamsul Arifin mengaji tabarukkan di beberapa pesantren di tanah Jawa dan Madura, antara lain: Pesantren Sidogiri Pasuruan (asuhan KH. Nawawi), pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo (asuhan KH. Khazin), Pesantren an-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura, Pesantren Kademangan Bangkalan (KH. Muhammad Cholil) dan Pesantren Tebu Ireng Jombang (KH. Hasyim Asy'ari). / Sumber : https://www.laduni.id/post/read/45646/biografi-kh-r-asad-syamsul-arifin

Tasheh/Klarifikasi  langsung yang disampaikan oleh pamanda Ust. Faiz Abdulloh yang menceritakan saat Beliau yang hendak kepingin mengunjungi Pulau dewata (bali) saat masih menjadi Santri di Pondok Pesantren Langitan , yang Alhamdulillah keinginan tersebut dikabulkan dengan diberikannya surat jalan dari PP langitan tersebut , sesampainya di Pulau Dewata beberapa hari dan pulang menuju Langitan Beliau kehabisan bekal saat berada di Situbondo , dan beliau teringat jika pernah mempunyai teman satu kamar dan sering menjadi teman "liwetan" nya yang berada di Situbondo dan infonya merupakan keluarga KH.R  As'ad Syamsul Arifin dengan ditekatkan niat untuk sowan ke sang Kyai beliau ikut antri Sowan ke Kyai yang banyak dikunjungi tamu-tamu tersebut , merasa pernah punya teman dipondok Langitan dahulu , beliau tanya ke Santri yang mengatur pertemuan ke ndalem sang kyai tersebut dan ternyata jawabannya " benar " , KH Muzakki Ridwan, Pemangku PP Ma’hadul Qur’an Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur, salah satu menantu KHR As’ad Syamsul Arifin . 
Pertemuan dengan KH. Muzakki tersebut memudahkan pertemuan Beliau ( Faiz Abdulloh ) ke KHR. As'ad dan bisa mendengarkan dawuh-dawuh dan wejangan kyai As'ad yang menceritakan langsung jika beliau merupakan Santri KH. Khozin saat menjadi Santri di Pondok Pesantren Siwalanpanji dan beliau mengakui ke 'Aliman dan ke Zuhud" an yang beliau katakan 'Alim beliau (KH As'ad ) tidak ada seujung kuku dari ke aliman dan kesuhudan Kyai Khozin 

KH. Manshoer Anwar lahir pada tanggal 20 Sya’ban 1325 H atau bertepatan pada tahun 1907 M, Di dusun Paculgowang Diwek Jombang. Beliau merupakan putra ke empat dari 12 bersaudara, dari pasangan Anwar Alwi dengan Nyai H. Khodijah, dengan nama bayi Abdul Barr.

Selama kurang lebih empat tahun dibawah asuhan dan bimbingan KH. Baidlowi, beliau hendak dikirim ke Mesir untuk meneruskan jenjang pendidikannya di Universitas Al Azhar Kairo. Pada saat itu sedang terjadi perebutan kekuasaaan di Tanah Suci antara Syarif husein dan Ibnu Sa’ud. Maka atas anjuran KH. Baidlowi, beliau yang sudah bergelar haji segera mengirim surat kepada orang tuanya untuk  mengutarakan niat dan anjuran KH. Baidlowi, akan tetapi dalam surat balasannya, orang tuanya menghendaki agar beliau pulang saja dan melanjutkan pendidikanya di Tanah Air.
Sekembalinya beliau dari Tanah Suci, KH. Manshoer lalu meneruskan pelajarannya di pondok pesantren Tebuireng. Pondok yang berjarak dua kilometer dari arah barat Paculgowang  yang kala itu diasuh oleh  Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, seorang sahabat ayah beliau. Di pondok pesantren Tebuireng beliau sempat mengenyam pendidikan selama tiga tahun. Kemudian beliau melanjutkan pendidikan belajarnya di pondok Lirboyo Kediri. Di pondok inipun beliau belajar selama tiga tahun hingga Pendiri Pesantren Lirboyo, KH Abdul Karim, merasa senang dan menaruh simpati terhadap dirinya. Ia ingin agar Manshur menjadi menantunya. 

Setelah lamaran, Manshur saat itu masih harus belajar di Pondok Pesantren Panji, Sidoarjo. Sebenarnya, keluarga dari pihak perempuan sudah menghendaki agar akad pernikahan segera dilaksanakan. Namun, Kiai Anwar menolak tawaran itu secara halus. Sebab, dalam pandangannya Manshur belum begitu pantas untuk naik ke jenjang pelaminan.
Pada saat KH. Manshoer pindah ke pondok pesantren Panji Sidoarjo. Sebenarnya pihak keluarga menghendaki akad pernikahan segera dilaksanakan. Tetapi keinginan ini oleh KH. Anwar di tolak secara halus dengan alasan KH. Manshoer belum pantas untuk naik ke jenjang palaminan, masih harus sabar menunggu waktu agar beliau tetap menerusakan pendidikanya di pondok pesantren Panji Sidoarjo. ( sumber : https://www.laduni.id/post/read/70741/biografi-kh-manshoer-anwar-paculgowang )

KH Masjkur merupakan seorang ulama asal dari Malang, Jawa Timur, yang berperan langsung dalam peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya. Ia merupakan seorang kyai yang pernah mengenyam pendidikan militer era Jepang ketika bergabung dengan Pembela Tanah Air (PETA). KH Masjkur juga pernah menjabat sebagai Menteri Agama pada tahun 1947 di era Kabinet Amir Sjarifuddin II.
KH. Masykur lahir pada 30 Desember 1902, di Singosari, Malang, Jawa Timur, dari pasangan KH.  Maksum dan Ny. Maemunah. Pada usia sembilan tahun, Masykur kecil diajak orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji di tanah suci. Sekembali dari Makkah-Madinah, KH. Masykur di sekolahkan di Pondok Pesantren Bungkuk, pimpinan KH. Nachrowi Thohir. Kemudian, beliau melanjutkan nyantri di Pesantren Sono, Buduran, Sidoarjo. Di pesantren ini, Masykur kecil mempelajari ilmu nahwu sharaf. Selang empat tahun kemudian, ia mengaji di Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo untuk mendalami ilmu fiqh. Selama 4 tahun, KH Masykur menempuh pendidikan di Pesantren Siwalan Panji, Jawa Timur. Selanjutnya dia pernah menimba ilmu di Pesantren Tebuireng selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian di Pesantren KH. Khalil Bangkalan, Madura selama 1 tahun dan pernah pula menempuh pendidikan di Madrasah Mamba'ul Ulum Jamsaren, Solo selama 7 tahun. (Sumber : https://www.laduni.id/post/read/68651/biografi-kh-masykur )

KH. Muhammad Dahlan lahir pada 2 Juni 1909 di Desa Mandaran, Rejo, Pasuruan, Jawa Timur. Beliau merupakan putra ketiga dari lima bersaudara, dari pasangangan Abdul Hamid dan Chamsiyah
KH Muhammad Dahlan sibuk mentahbiskan masa anak-anak dan remajanya untuk menimba ilmu di pesantren. Beliau menimba ilmu di dua pesantren yaitu, pesantren siwalan panji yang berada di Sidoarjo dan Pesantren Tebu Ireng yang berada di Jombang.  Kemudian ia menimba ilmu di Makkah ikut dengan kakak sulungnya. Dengan rajin beliau mengikuti acara pengajian seperti yang dilakukan oleh para Ulama terdahulu, yang mengikuti pengajian di sekitar masjid Al-Harrsm Makkah. Tidak hanya ilmu agama saja yang dipelajari olehnya, ketika di Makkah beliau juga belajar tentang banyak hal tentang dunia luar, untuk bekal membangun negeri dan berkarya dalam NU
Pada kongres NU XX di Surabaya tahun 1954, ia terpilih sebagai Ketua Umum Tanfidziah Nahdlatul Ulama. Melalui partai yang dipimpinnya, ia juga duduk sebagai anggota konstituante hingga tahun 1959. Setahun kemudian, DPR-Gotong Royong dibentuk dan Dahlan diangkat menjadi anggotanya. 
Melalui Keputusan Presiden nomor 171/1967 tanggal 11 Oktober 1967, Dahlan diberi kepercayaan untuk memangku jabatan Menteri Agama dalam Kabinet Pembangunan I hingga tahin 1971. Selepas menjadi menteri, ia duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung sampai wafatnya (Sumber : https://www.laduni.id/post/read/58570/biografi-kh-muhammad-dahlan dan https://jurnal9.tv/peristiwa/kh-muhammad-dahlan-pendukung-lahirnya-kader-kader-nu/ )

KH. Abdul Wahid Hasyim merupakan anak kelima dari 10 orang anak dari pasangan KH. Hasyim Asyari dengan Nyai Nafiqah binti Kyai Ilyas. Wahid Hasyim  lahir di Jombang, pada hari Jumat legi, Rabiul Awwal 1333 H, atau 1 Juni 1914 M
Beliau Dalam kabinet pertama yang dibentuk Presiden Soekarnopada September 1945, Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Menteri Negara. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Desember 1949, KH. Abdul Wahid Hasyim diangkat kembali menjadi Menteri Agama dalam Kabinet Hatta. Kemudian, pada periode Kabinet Natsir dan Kabinet Sukiman, KH. Abdul Wahid Hasyim tetap memegang jabatan Menteri Agama.

Dalam hal pendidikan KH. Abdul Wahid Hasyim kecil adalah sosok anak yang mempunyai kelebihan dengan otak yang sangat cerdas. Diusianya yang baru tujuh tahun, beliau sudah khatam al-Qur’an. Beliau belajar al-Qur’an langsung kepada ayahnya (KH. Hasyim Asyari). Menginjak dewasa, KH. Abdul Wahid Hasyim memulai pendidikanya dengan belajar di bangku Madrasah Salafiyah di Pesantren Tebuireng. Pada usia 12 tahun, atau setelah selesai dari di bangku madrasah, beliau diminta oleh ayahnya  ( KH Hasyim Asy'ari ) yang pernah menjadi Santri dan Menantu Dzurriyah Pondok Pesantren Siwalan panji tersebut untuk  melajutkan pendidikannya ke Pondok Siwalan, Panji, sebuah pesantren tua di Sidoarjo. saat berusia 13 tahun , Tapi sayangnya, beliau hanya bertahan satu bulan. Dari Siwalan pindah ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Lagi-lagi beliau di pesantren ini, mondok dalam waktu yang sangat singkat, hanya beberapa hari saja. Dengan berpindah-pindah pondok dan nyantri hanya dalam hitungan hari itu, seolah-olah yang diperlukan KH. Abdul Wahid Hasyim hanyalah keberkatan dari sang guru, bukan ilmunya. Soal ilmu, demikian mungkin beliau berpikir, bisa dipelajari di mana saja dan dengan cara apa saja. Tapi soal memperoleh berkah, adalah masalah lain, harus berhubungan dengan kiai. Inilah yang sepertinya menjadi pertimbangan utama dari Wahid Hasyim ketika itu. (Sumber : https://www.laduni.id/post/read/55855/biografi-kh-abdul-wahid-hasyim )

KH. Anwar  Alwi di lahirkan pada tanggal 23 Ramadhan 1291 H. dari pasangan KH. Alwi dan Nyai Hj. Sholihah. KH. Anwar adalah putera kedua dari empat bersaudara, yaitu:  Nyai Waristah Alwi, Kyai Anwar Alwi, Kyai munshorif Alwi, Kyai Manshoer Alwi

Sejak kecil KH. Anwar Alwi telah mengikuti jejak ayahandanya dalam mendalami ilmu agama. Ayahnya, KH. Alwi yang telah mendirikan sebuah Pondok Pesantren membimbing langsung Anwar kecil.  Selang beberapa tahun dan dirasa Anwar sudah cukup dewasa, akhirnya kedua orang tuanya memberikan restu kapadanya untuk memperdalam ilmu agama di Pesantren lain. Pengembaraannya mencari ilmu ini tidak sebatas pada Pondok Pesantren di pulau jawa saja, akan tetapi ada juga yang sampai di luar Jawa, tepatnya di pulau garam, Madura. Berikut daftar Pondok Pesantren yang pernah beliau singgahi untuk mendalami ilmu agama: Pondok Pesantren Wonokoyo Jogoroto Jombang , Pondok Pesantren Trenggilis Wonokromo Surabaya , Pondok Pesantren Panji Sidoarjo , Pondok Pesantren Bangkalan Madura , Berguru di Makkah, Berguru di Bangkalan (Sumber : https://www.laduni.id/post/read/70726/biografi-kh-anwar-alwi-paculgowang )

KH. Moh. Said Ketapang  lahir pada tahun 1901 di Jl. Tongan Kodya Malang. Beliau merupakan putra dari pasangan H. Moh. Anwar dengan Ny. Lis. 
KH. Moh. Said Ketapang wafat pada tanggal 1 Desember tahun 1964 dalam usia 63 tahun. Jenazah beliau dimakamkan di lingkungan Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang. Beliau mendirikan dan mengasuh Pondok Pesanntren Sono Tengah Pakisaji Malang, pada tahun 1931-1947. Pada tahun 1948, beliau mendirikan Pesantren Karangsari di Bantur. Setelah itu, sekitar tahun 1949 mendirikanPonpes PPAI Ketapang, Kepanjen.

Pada masa penjajahan Belanda, KH. Moh. Said Ketapang termasuk beruntung. Karena pada usia 10 tahun, beliau dapat mengenyam pendidikan dan berhasil menamatkan pendidikan NIS tahun 1911. 5 tahun kemudian, tahun 1916, menamatkan ELS. Setamat dari ELS beliau bekerja menjadi Komis Pos di Jember selama 9 tahun, 1916-1925. Secara khusus, awalnya Kiai Said hanya nyantri di beberapa kiai di Malang, seperti ngaji pada KH. Abdul Mukti bin Harun, dan beberapa kiai lainnya. Selain itu, juga pernah nyantri ke Canga’an Bangil. Kemudian nyantri ke Pondok Pesantren Salafiyah Siwalan Panji Sidoarjo pada tahun 1926-1931, setahun setelah menikah. ( sumber : https://www.laduni.id/post/read/67161/biografi-kh-moh-said-ketapang ) 

KH. Anwar Nur merupakan sosok kiai yang lahir di Probolinggo (tidak diketahui tanggal dan tahun kelahirannya). Beliau adalah salah satu putra dari sepuluh bersaudara, dari kiai dari Probolinggo, yaitu KH. Nur.
KH. Anwar Nur merupakan pendiri Pesantren itu didirikan pada tahun 1942, dan diberi nama An Nur, yang merupakan kepanjangan dari Anwar Nur, sesuai nama pendirinya.  pada tahun 1992, KH. Anwar Nur berpulang kehadirat Allah SWT. Jasad beliau dimakamkan di Komplek Pesantren An-Nur Bululawang.

KH. Anwar Nur termasuk sosok yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Seluruh waktu beliau digunakan untuk memperdalam ilmu agama Islam. Beliau tidak hanya berguru kepada seorang kiai dan satu pesantren saja. Tetapi berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lain, seperti : Pondok Pesantren Bladu Gending Probolinggo yang diasuh oleh paman beliau sendiri yaitu KH. Fathulloh Umar. Pondok Pesantren Sono Buduran Sidoarjo yang diasuh oleh KH. Zyarkasi.Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Mengaji pada KH. Abdul Aziz di Probolinggo
Pondok Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo yang diasuh oleh KH. Chozin dan KH. Hasyim
( Sumber : https://www.laduni.id/post/read/952/biografi-kh-anwar-nur ) 


KH. Umar Sumberwringin Jember yang nama aslinya KH. Mushowwir  lahir pada tahun 1904 M, di Desa Suko, Kec. Jelbuk, Kabupten Jember. Beliau merupakan putra sulung dari 4 bersaudara, dari pasangan Kiai Ahmad Ikram dan Nyai Aminah. 
KH. Mushowwir ditahbiskan menjadi pengasuh Pesantren Raudlatul Ulum, menggantikan mertuanya. Beberapa waktu kemudian, KH. Mushowwir naik haji. Setelah 7 bulan, baru pulang dengan nama baru; KH. Muhamamd Umar. Orang kemudian biasa memanggilnya KH. Umar.
Nama KH. Umar, memang tidak terlalu populer. Namun di zamannya, kiai yang satu ini cukup terkenal sebagai pejuang NU yang tangguh. Dialah ayahanda Kiai Khotib Umar, Jember. Nama yang disebut terakhir ini, sudah tidak asing di telinga warga NU, khususnya Jawa Timur.
Sejak kecil, KH. Mushowwir belajar mengaji kepada ayahnya sendiri. Menjelang remaja, KH. Mushowwir dikirim ke Pesantren Banyuanyar, Pamekasan, Madura. Setelah cukup lama nyantri, KH. Mushowwir pulang ke Jember. Namun karena KH. Mushowwir selalu dahaga akan ilmu, maka ia pun mondok di Pesantren Raudlatul Ulum, Sumberwringin, Kec. Sukowono, Jember yang diasuh paman iparnya, KH. M. Syukri. Tak berapa lama kemudian, KH. Mushowwir pindah ke Pesantren Al-Wafa, Tempurejo, Jember asuhan KH. Abdul Azis, yang tak lain putra gurunya, KH. Abdul Hamid. KH. Mushowwir lalu pindah ke Pesantren Ya’kub Hamdani di Siwalan, Panji, Sidoarjo asuhan KH. Khozin.
Sebenarnya KH. Mushowwir masih ingin mondok beberapa lama lagi di situ, namun seiring berjalannya waktu, Pesantren Raudlatul Ulum membutuhkan tenaga untuk memutar roda pesantren.  Lebih-lebih, KH. M. Syukri sudah sakit-sakitan. Maka, KH. Mushowwir memutuskan pulang ke Sumberwringin setelah  beberapa bulan menginjakkan kaki di Siwalan.
(Sumber : https://www.laduni.id/post/read/71020/biografi-kh-umar-sumberwringin-jember )

Hadhratussyaikh KH. M. Utsman al-Ishaqi Pendiri dan Pengasuh Awal Ponpes Darul Ubudiyyah Raudlatul Muta'allimin Jatipurwo Semampir Surabaya. Kini pesantren ini diteruskan oleh salah seorang putra beliau, Romo KH. M. Minanurrahman  Al-Ishaqi, yang merupakan murid dari Romo KH. Zubair ayah dari Mbah Maimoen Zubair.dan Achmad Asrori Al Ishaqy
Dilahirkan di Jatipurwo Surabaya pada hari Rabu bulan Jumadil Akhir tahun 1334 H sekitar tahun 1915 M. Hadhratussyaikh KH. M. Utsman al-Ishaqi wafat di Rumah Sakit Islam Surabaya pada saat Tarhim Shubuh di hari Ahad tanggal 8 Januari tahun 1984 Masehi yang bertepatan dengan tanggal 5 Robi’uts Tsani tahun 1404 Hijriyah dan dimakamkan di Pondok Sepuh, di Jatipurwo VII/15 Kelurahan Ujung Kecamatan Semampir.
Ketika beliau umur 7 tahun, beliau sudah mengkhatamkan Al-Qur'an 3 kali dibawah asuhan nenek beliau Kyai Abdullah. Kemudian beliau di khitan (sunat). Barulah beliau berpindah mengaiji ke Kyai Adro'i Nyamplungan, setelah itu beliau menuju ke madrosah Tashwirul Afkar di Gubbah untuk mengaji agama, dan baru pulang setelah jam 10.0 pagi.

Pada suatu hari Hadhratussyaikh sampai larut malam tidak pulang dari madrasah seperti biasanya pada jam 10.00 pagi, sehingga orang-orang tua mengkhawatirkan keadaannya. Maka Imam Raudhah Kiai Nur, atas izin orang tua beliau, berangkat mencari Kiai Utsman, dan oleh karena diberitakan bahwa Hadhratussyaikh berada di pondok Kiai Khozin Panji,yang merupakan Pondok pertama kali beliau menimba Ilmu ,  maka Kiai Nur pun berangkat ke sana. Tetapi sesampai Kiai Nur di Siwalan Panji, Hadhratussyaikh sudah pindah ke pondok Kiai Munir Jambu Madura. Setelah orang tua beliau mendengar kabar yang demikian itu, beliau mengatakan: “Tidak usah mencari Utsman, yang penting dia sehat.” Setelah beberapa lama tinggal di pondok, beliau sakit keras, maka terpaksa beliau pulang ke rumah. Setelah berobat beliau akhirnya sembuh kembali. Kemudian Hadhratus Syaikh dipondokkan ke Hadhratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng. Selanjutnya beliau dipondokkan ke Kiai Romli Peterongan Jombang. ( Sumber : https://www.laduni.id/post/read/64716/biografi-hadhratussyaikh-kh-m-utsman-bin-nadi-al-ishaqi )

dari sekian santri-santri yang pernah menjadi santri atau pernah tabarrukan dengan menjadi santri dengan jangka waktu pendek tersebut masih banyak santri-santri beliau yang menjadi Ulama'-ulama' dan menjadi orang alim dikampung-kampung yang menjadi panutan dan menjadi pengembang Da'wah Islam dengan tanpa melalui mendirikan pondok pesantren dan media yang cukup dikenal lainnya .

pada masa Pengembangan Pondok pesantren di generasi ke-tiga tersebut bisa dikatakan sebagai masa Berkembang cukup pesat dan menjadi masa  keemasan pondok pesantren siwalanpanji Buduran Sidoarjo dan menjadi rujukan sanad Ilmu dari Ulama'-ulama Nusantara sehingga bisa dikatakan seseorang belum selesai mengaji/menjadi santri jika belum ke panji , 


4. Masa Periode Generasi ke Empat (4)  dan Menjaga Keberlangsungan  Pondok Pesanteren Siwalanpanji  

Pada masa Generasi selanjutnya yang terjadi dengan Wafatnya KH. Hasyim Abdurrohim yang sebelumnya menurut salahsatu cerita beliau sebelum wafat mengalami kebutaan ( yang ada perbedaan sejarah masalah penyebab kebutaan Beliau) dan KH. Khozin  Choiruddin masih hidup , 

Banyaknya santri pada masa itu yang  pondok tidak mampu menampung dan santri hingga harus tidur  disembarang tempat hingga sampai meluber dipinggir sungai . membuat Pondok pesantren  kepengasuhan dari masyayikh dari Sanad langsung dari KH Hamdani harus terus berjalan . pada masa itu yang sedikit demi sedikit KH. Khozin Khoiruddin menarik diri dari pondok panji dengan memberikan kesempatan bagi generasi penerus Masyayikh Siwalanpanji yang kemudian jatuh ke KH. Ahmad Faqih Hasyim yang juga merupakan cucu KH. Ya'qub Hamdani . 

Estafet masyayikh Pondok Siwalanpanji yang diserahkan ke Kyai Ahmad Faqih Hasyim yang terkenal dengan kesaktian ilmu kanuragannya  tersebut dengan masih didampingi oleh senior Beliau KH. Khozin berlangsung hingga ada kejadian kebakaran langgar tempat kyai Khozin tidur dan mengajar disitu sekitar tahun 1933 . Setelah kebakaran tersebut Kyai Khozin mulai tidak banyak mengajar santri-santri di siwalanpanji dan mulai mempersiapkan membuat pondokan di Buduran untuk digunakan putra Beliau yang saat itu masih mondok di makkah yaitu KH. M. Abbas Khozin hingga wafatnya beliau di tahun 1943 H.   

Kesaktian  ilmu kanuragan Masyayikh Panji tersebut membuat Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah pada saat itu juga dikenal dengan ilmu kanuragan , pada masa yang memang membutuhkan kesiapan Mental dan Ilmu Kanuragan dalam Mengusir penjajah , mempertahankan kemerdekaan dan menghalau rongrongan Penghianatan terhadap bangsa dan Negara , dengan semboyan “setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya.”  pondok Panji tampil menjadi tempat yang cukup diperhitungkan pada masa ini , Kesaktian ilmu kanuragan Kyai Faqih disatu cerita dapat  dibuktikan dari tindakan Beliau yang terkadang diluar nalar manusia biasa seperti mengangkat kereta dengan benang jarum dan lain – lain sehingga beliau disegani oleh orang – orang Penjajah pada saat itu bahkan beliau telah mengalahkan orang jepang dan menaklukkan pemberontakan PKI

Pada Masa ini dihadapkan pada masa-masa menjelang kemerdekaan dan masa-masa mempertahankan kemerdekaan sehingga kondisi ekonomi, sosial dan kemasyarakatan mengalami masa sulit bagi seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali pada keberlangsungan pondok siwalanpanji . pada masa ini pondok siwalanpanji yang saat itu dikenal sebagai pondok yang melahirkan para santri pejuang tidak luput dari sasaran pengeboman,  disituasi perang tersebut  menelan kurban nyawa dari sebagaian santri dan Dzurriyah masyayikh siwalanpanji . disamping kurban sarana pondok yang ikut porak-poranda hingga menyebabkan sebagaian besar pada Menggungsi termasuk Masyayikh dan keluarga Dzurriyah Siwalanpanji . 

Pada masa ini  menurut sumber lainnya setelah wafatnya KH. Khozin Choiruddin , Kepengasuhan Pondok Siwalanpanji juga dibantu oleh Adik KH. Ahmad Faqih Hasyim  yaitu Kyai Ahmad Sholeh Hasyim dan dibantu juga Putra Sulung KH. Khozin Choiruddin dari pernikahan Ke-dua Beliau dengan Nyai Maimunah Abdurrohim  yaitu  Kyai Basuni Khozin . Pada Masa ini bisa dikatakan sebagai masa yang lebih hanya bisa menjaga keberlangsungan Pondok pesantren  hingga wafatnya KH. Ahmad Faqih Hasyim di tahun 1955 . 

Menurut riwayat yang lainnya Beliau ( KH A. Faqih Hasyim ) disamping pandai dalam ilmu kanuragan juga mempunyai keleluwesan  pendekatan kepada warga sekitar  hingga disamping mengajar di pesantren Beliau juga mengajar di masyarakat dengan  pengajian umum satu minggu sekali atau yang di kenal dengan “ Dirosah “ tak heran ratusan bahkan ribuan masyarakat yang berdatangan hanya untuk mendengarkan nasehat dan petuah beliau yang menyejukkan hati.  Dari sinilah muncullah gagasan beliau untuk mendirikan pendidikan islam formal yaitu: Roudhotul Athfal/ TK dan Madrasah Ibtidaiyah / SD (Tahun 1950), 

Sepeninggal Beliau yang dari  pernikahan Beliau dengan Nyai Nafi'ah tidak dikaruniahi anak sehingga estafet pengasuhan diserahkan ke Kyai Abdulloh Siddiq bin Siddiq bin Ya'qub dan masa bersamaan pula Kyai Faqih Menyuruh/menaruh KH. Abdul Haq yang saat itu di jombang pindah ke panji sekitar tahun 1954 M dan menempati rumah yang dulunya digunakan Kyai Muhith Ya'qub . 

 


5. Masa Periode Generasi ke Lima (5)  dan Menjaga Kebersamaan Masyayikh  Pondok Pesanteren Siwalanpanji  

Masa generasi ke lima dengan Wafatnya KH Ahmad Faqih Hasyim yang dilanjutkan oleh Kyai Abdulloh Siddiq bin Siddiq Ya'qub  yang menurut satu cerita beliau merupakan seorang yang A'lim dan banyak melakukan Riyadhoh bahkan satu cerita Beliau karena Riyadhoh dan seringnya melakukan Tirakat hingga terkesan menjadi seorang yang " Jadzab " yaitu   kondisi yang menggambarkan seseorang ketika ia tiba-tiba ditarik oleh Allah Swt sampai terbuka hijabnya (batas kesadaran). Ia wushul ke hadirat ilahiah, sehingga jiwanya menjadi terguncang. Seorang yang dalam kondisi jadzab disebut sebagai wali majdzub. Dalam kondisi ini, ia bisa saja mengeluarkan kata syathah atau perbuatan yang dinilai ganjil oleh orang awam.

Beliau yang menjadi pengasuh dikisaran tahun 1955 - 1968 dengan diberikan amanah santri yang saat itu masih dikisaran 600 hingga 700 santri saat setelah ditinggal wafat KH. Ahmad Faqih , dengan Kealiman , Riyadhoh dan kedermawanan nya meski sesekali timbul kelakuan " Jadzab" nya  tersebut Beliau bisa menjadi penyatu kebersamaan Dzurriyah dari KH. hamdani yang saat ini masa susah dengan tercerai berainya kondisi sosial kemasyarakatan di zaman Revolusi kemerdekaan dan pemberontakan-pemberontakan yang juga mempengaruhi perbedaan-perbedaan  pendapat diantara Dzurriyah  . 

Tidak banyak cerita perkembangan Pesantren Siwalanpanji pada masa ini hingga hanya terdengar cerita mulai berkurangnya Santri-santri yang datang dan banyak yang boyong hingga masa berahir beliau wafat ditahun 1968 M , Beliau belum melakukakan regenerasi dan memberikan amanah kepengasuhan Pesantren Siwalanpanji kepada Dzrriyah yang ada .yang mungkin karena Beliau yang Jadzab , begitu cerita yang kembali disampaiakan KH Abdul Bari bin Muhammad Busyro


6. Masa Periode Generasi ke Enam (6) Masa Degradasi  Pondok Pesanteren Siwalanpanji  

Masa generasi ini yang terjadi setelah wafatnya Masyayikh Kyai Abdulloh Siddiq bin Siddiq Ya'qub ( yang mendapat legitimit secara penunjukan oleh Masyayikh sebelumnya ) pada tahun 1968 , yang sepeninggal Beliau belum ada Regenerasi yang dipersiapkan untuk Generasi berikutnya membuat sedikit banyak menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan diantara Dzurriyah .  kekosongan sementara dan dengan persetujuan dari rapat keluarga ditunjuklah  Kyai Abdul Hayyi bin Asmu'i  yang saat itu masih berada di Juwingan Surabaya  sebagai Pengasuh . dan setelah wafatnya Beliau kemudian dilanjutkan menjadi Pengasuh yaitu adik beliau bernama KH. Asy'ari bin Asmu'i ,

Pada  tahun 1974 an  masuk ke Panji  Kyai Rifa'i  bin H. Thoyyib (Umi Kulsum ) ke siwalanpanji setelah sebelumnya Beliau di Malang , dan beberapa tahun kemudian disusul  putra/putri Beliau salahsatunya KH. Abdurrochim bin Rifa'i 

Pada tahun 1976 ada pertemuan keluarga yang saat itu bernama " Bani Hamdani "  yang memicu perselisihan pada kepengurusannya dan berimplementasi pada Pengasuhan Pondok Pesantren yang kemudian bernama Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah tersebut dimasa beliau  . dengan masuknya KH. Abdul Haq bin Zainuddin Thohir yang sebelumnya disuruh menempati rumah bekas KH. Muhith Ya'qub oleh Kyai Faqih Hasyim ,  menjadi Pengasuh di Pondok Al-Hamdaniyah dan  menurut sebuah sumber Beliau  juga mengklaim sebagai keturunan dari Silsilah jalur Laki-laki dari semua Dzurriyah dari KH. Hamdani , sehingga pada masa tersebut ada perbedaan pendapat yang mengakibatkan perselisihan diantara keluarga Dzurriyah .

Pada masa ini   terjadi penurunan yang sangat drastis dalam pengajaran maupun dalam jumlah santri .masa yang kepengasuhan (Masyayikh) belum dipastikan siapa yang mempunyai hak secara legitimit  , namun Alhamdulillah kegiatan pengajaran dan amaliah pesantren terus bisa berlanjut dengan masih jalannya pengajian santri dengan berperannya juga sesepuh  antara lain KH. Asmu'i  Hasyim  


6. Masa Periode Generasi ke Tujuh (7) Masa Kebangkitan  Pondok Pesanteren Al-Hamdaniah Siwalanpanji  

Setelah selesainya permasalahan perselisihan keluarga tersebut  sebagai Pasang surut lembaga yang terjadi dalam sebuah kepemimpinan membuat para pengasuh sadar, tahu diri, intropeksi . dan  menjadikan periode sebelumnya sebuah ibrah (pelajaran) sehingga para pengasuh dapat menjauhi hal– hal yang tidak diinginkan dan dapat menurunkan semangat para pengasuh dalam mengembangkan pesantren menjadi lebih baik. masa selanjutnya yang bisa dikatakan sebagai masa kebangkitan kembali Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah .

Pada tahun 80 an masa ini  masyayikh/Pengasuh di Pesantren Al-Hamdaniyah dilanjutkan oleh KH. Abdurrohim bin KH. Rifa'i , KH. Mastur Shomad (Menantu Kyai Abdulloh Siddiq ), dan KH. Asyari bin  Asmu’i  , pada masa ini  pengasuh mulai bersatu dalam menyamakan visi dan misi serta melakukan pembenahan–pembenahan yang dibutuhkan. Hal ini terbukti dengan adanya pembangunan Madrasah Aliyah (MA),pembangunan Madrasah Ibtidaiyah (MI), renovasi Madrasah Tsanawiyah (Mts) dan pembangunan gedung lainnya. 




Dzurriyah KH Hamdani , Peranan Pengembangan Amalia dan Kemaslahatan Ummat Penerus Panji Syi'ar Islam 
  






Script