Filled Under: , ,

KH. RADEN MAS ALI BIN ABDUL WAHAB , PONDOK AL-BADRI & NYAI LATIFAH IBU PARA MASYAYIKH NU DARI TAWANGSARI-SIDOARJO

 



A. RIWAYAT  KH. R MAS ALI  & NYAI HJ. LATIFAH 

1.  KH. R MAS ALI BIN ABDUL WAHAB  , 

a. Nasab dan Kelahiran

KH. R MAS ALI BIN ABDUL WAHAB  Merupakan Putra ke-dua dari KH. Raden Mas Abdul Wahab &  Nyai Raden Ayu Sumilah , Dari sang Abah , Beliau merupakan Keturunan dari Jaka Tingkir atau Mas Karebet yang merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Pajang yang memerintah tahun 1549-1582 dengan nama Sultan Hadiwijaya.
KHR Mas Ali bin KH. Raden Mas Abdul Wahab Bin Abdullah Joyorogo Bin KH Arfiyah Bin Kyai Jamaluddin Bin Pangeran Sambu Bin Pangeran Bunawa Bin Jaka Tingkir atau Pangeran Mas Karebet dst. 


Beliau merupakan penerus pengasuhan pondok pesantren Al-Badri yang  sebelumnya dikenal dengan Pondok Tawangsari didirikan oleh orangtua Beliau KH Raden Mas Abdul Wahab , 

KH. Raden Mas Abdul Wahab yang lahir di Lasem jawa Tengah pada tahun 1820 M . menikah dengan seorang perempuan yang berasal dari Desa Tawangsari Barat (tidak diketahui namanya) , setelah ditinggal meninggal oleh istrinya beliau memutuskan untuk berpindah ke sebuah tempat yang merupakan pemberian dari Kanjeng Jimat (pejabat kawedanan atau orang terkaya), tempat dimana pondok pesantren sekarang ini berada, dan menikahi Raden Ayu Sumilah dari Nganjuk dalam pernikahannya dikaruniai keturunan empat anak yaitu putra dua dan putri dua.yang meneruskan keberlangsungan pondok dan melahikan keturunan yang alim  yaitu 
  1. KH. Abdullah
  2. KH. Raden Mas Ali
  3. Nyai Latifah  ( Merupakan Istri KH. Hasbulloh Sa'id dan merupakan ibunda dari KH Wahab Hasbullah, salah satu kiai besar PP Bahrul Ulum Tambakberas sekaligus pendiri NU.)
  4. Nyai Fatimah, 
KH Raden Mas Abdul Wahab diperkirakan wafat sekitar tahun 1880 M dan di makamkan di belakang Masjid Al-Badri sehingga kepengurusan masjid dan pondok pesantren ketika itu digantikan oleh putera beliau yakni Raden Mas Ali atau orang Tawangsari biasa menyebutnya dengan Mbah Ali. Ketika itu Masjid Al-Badri dari segi bangunan masjid juga masih sederhana berupa langgar.


b. Sanad Ilmu dan Amaliah ke Ummat 

KH. R MAS ALI BIN ABDUL WAHAB dalam jenjang pendidikan beliau pernah belajar di Makkah, Arab Saudi kurang lebih selama 9 tahun. KH. Raden Mas Ali adalah seorang yang alim, penyabar, penyantun, ramah, hidup dengan kesederhanaan dan berwibawa dihadapan santri-santrinya.

KH. Raden Mas Ali merupakan tokoh masyarakat sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Tawangsari, ia memimpin bertepatan dengan masa kolonialisme Belanda. Maka upaya yang dilakukan oleh KH. Raden Mas Ali ialah bersikap anti pemerintah (pemerintahan Belanda). Sehingga dalam membina santri dan masyarakat dengan menanamkan rasa cinta Tanah Air agar tidak bekerjasama dengan Belanda.
Masyarakat dan santri dididik untuk memiliki rasa patriolisme untuk membela dan menegakkan keadilan dan kebenaran demi tercapainya kemerdekaan hak asasi dan kemakmuran masyarakat

C. Keluarga dan Generasi Penerusnya 

Terahir bertempat  Tinggal di Tawangsari - Sidoarjo dan wafat pada tahun 1942 M  di Makamkan di Pesarean keluarga di sebelah utara Masjid Al Badri. yang terletak di Tawangsari-taman-Sidoarjo. 
Pernikahan Beliau  dilangsungkan dengan menikahi Empat (4)  orang perempuan  yang dicintainya dan memberikan Keturunan dari Masing-masing Istri beliau  tersebut , 

Pernikahan Pertama dengan Nyai Maisaroh binti ............. ( dari .....................)
Dari pernikahan pertama tersebut , Beliau dikaruniahi Dua belas (12) Orang anak  :
  • 1.   Muhammad 
  • 2.   Ahmad
  • 3.   Khodijah
  • 4.   Fatimah
  • 5.   Abdulloh Mansur
  • 6.   Afifah
  • 7.   Muhammad Ghozali
  • 8.   Hasan Bisyri
  • 9.   Sulkha
  • 10. Nur Izza
  • 11. Khuzaimah
  • 12. Ahmad Masduki
Pernikahan ke-dua (2) dengan Nyai Aminah binti ......... (dari ................)
Dari pernikahan ke-dua tersebut , Beliau tidak dikaruniah Anak

Pernikahan ke-Tiga (3) dengan  Nyai Khodijah binti ................ (dari .............)
Dari pernikahan ke-tiga (3) tersebut, Beliau dikaruniahi Dua (2) orang Anak  :
  • C13.  Hj. Nur Athiyah
  • C14.  KH. Ahmad Fathani 
Pernikahan ke-empat (4) dengan Nyai Amirah binti .............. (dari ................)
Dari pernikahan ke-dua tersebut , Beliau tidak dikaruniah Anak



dengan cara mengklik judul tersebut


2. NYAI HJ. LATIFAH BINTI ABDUL WAHAB

a. Nasab dan Kelahiran

Nyai Hj. Latifah, beliau merupakan putri ke-tiga  KH. Raden Mas Abdul Wahab dan Ibu Nyai Raden Ayu Sumilah, Beliau  merupakan istri dari Kiai Hasbullah Sa’id dan merupakan ibunda dari Kiai Wahab Hasbullah, salah satu kiai besar sekaligus pendiri NU. Beliau juga merupakan mertua dari KH Bisri Syamsuri Denanyar.

b. Pernikahan dan Keluarga 

Suami Beliau KH Hasbullah adalah putra dari Kyai Said dan cucu dari Kyai Abdus Salam atau Mbah Soichah (pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras), 

Pernikahan Kyai Hasbullah dengan Nyai Lathifah. dikaruniai delapan orang anak, tiga orang putra dan lima orang putri, di antaranya menjadi Penerus pengembangan Pondok Pesantren Tambakberas
  1.  Kyai H. Abdul Wahab Hasbullah, ( Mbah Wahab konsentrasi di luar untuk membesarkan NU dan terlibat perpolitikan hingga pergerakan nasional, )
  2.  Kyai  H. Abdul Hamid, ( bergelut kepengurusan pesantren, Mbah Hamid mengurusi pengajian pondok dan salat lima waktu )
  3.  Kyai  H. Abdur Rohim, ( Bergelut kepengurusan pesantren,   Mbah Abdurrokhim mengurusi perkembangan madrasah, )
  4.  Nyai Hj. Nur Khodijah, ( Menikah dengan KH Bisri Syansuri , seorang ulama dan salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang ahli di bidang fikih.  bersama suami menjadi pendiri Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif, atau lebih dikenal dengan Pondok Denanyar di Jombang, Jawa Timur. th 1917. 10 tahun kemudian berdiri pesantren khusus putri di belakang kediaman Kiai Bisri. )
  5.  Nyai Hj. Fatimah, 
  6.  Nyai Hj. Solihah, 
  7.  Nyai Hj. Zuhriyah, dan 
  8.  Nyai Hj. Aminaturrokhiyah

C.  Peranan Pengembangan Amaliah dan Sumbangsih Pada Kemaslahatan Ummat  

Suami Beliau KH Hasbullah yang merupakan  putra dari Kyai Said dan cucu dari Kyai Abdus Salam atau Mbah Soichah (pendiri Pondok Pesantren Tambak Beras) ,  Mbah KH Abdus Salam  adalah salah satu tokoh dalam perjuangan melawan Belanda yang dipimpin oleh pangeran Diponegoro.
Perang antara Pangeran Diponegoro melawan Belanda berlangsung selama 5 tahun, yaitu antara tahun 1825 hingga 1830.Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda pada tanggal 28 Maret 1830, seluruh pengikutnya kemudian melarikan diri dan menyebar ke berbagai daerah.Salah satunya adalah Kyai Abdus Salam yang masuk ke wilayah Kabupaten Jombang yang kala itu masih berupa hutan belantara. Bersama 25 orang pengikutnya, Kiyai Abdus Salam kemudian membuka hutan dan mendirikan tempat tinggal di sebelah timur sungai Tambakberas. Pondok yang dihuni oleh Kyai Abdus Salam dan 25 orang santrinya itu kemudian dikenal dengan nama Pondok Selawe (bahasa jawa yang artinya 25) yang kemudian berkembang menjadi Pondok Pesantren Tambakberas

Kyai Abdus Salam atau mbah Shoichah memiliki istri seorang putri dari Demak yang bernama Muslimah. Dari pernikahannnya tersebut, Kyai Abdus Salam memiliki 10 Anak putra/putri, diantaranya yaitu : 
  1. Layyinah,  ( yang dinikahkan dengan Santrinya Kyai Ustman )
  2. Fatimah,   ( yang dinikahkan dengan Santrinya Kyai Said )
  3. Abu Bakar, 
  4. Marfu’ah, 
  5. Jama’ah, 
  6. Mustaharoh, 
  7. Ali 
  8. Ma’un, 
  9. Fatawi, dan 
  10. Abu Syakur. 
Setelah berusia lanjut, Kyai Abdus Salam mewariskan Pondok Pesantren Tambakberas kepada dua orang murid yang sekaligus menjadi menantunya, yaitu Kyai Usman dan Kyai Said.

Mereka mengembangkan Pondok Pesantren Tambakberas menjadi dua cabang. Kyai Usman mengajarkan ilmu Tarekat di timur sungai Tambakberas, sementara Kyai Said mengembangkan ilmu Syariat di sebelah barat sungai Tambakberas , Setelah Kyai Said wafat, pengurusan Pondok Pesantren Tambakberas diteruskan oleh putranya, yaitu Kyai Hasbullah.

Hasbullah dikenal sebagai kyai yang kaya, beliau memiliki puluhan hektar tanah pertanian. Ketika musim panen padi, beliau bersedekah pada masyarakat desa Gedang Barat yang kemudian masyrakat setempat mengubah nama desa tersebut menjadi TambakBeras dengan alasan Kyai Hasbullah yang gemar dalam bersedekah , Beliau juga  adalah salah satu ulama kharismatik yang memiliki karomah . Diceritakan dalam sebuah kesempatan di kurun waktu 1920-1925 Masehi. Sesudah melakukan tirakat panjangnya, Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur ini memberikan sebuah pesan yang dituliskan di menara masjid pesantren (sekarang dikenal dengan menara masjid pondok induk). Seusai menuliskan pesan tersebut, Kiai Hasbullah menutupinya dengan kain satir dan berpesan kepada para santri agar jangan ada yang membuka satir tulisan tersebut.

Dalam sebuah Maqolah  " Waro'a Kulli Adziimin Adzimah "Dibalik lelaki hebat pasti ada wanita kuat" begitulah yang terjadi dan diperankan oleh Nyai Hj Latifah . Besarnya perjuangan Bu Nyai Lathifah sangat berarti bagi Kyai Hasbullah dalam meneruskan perjuangan pondok pesantren Tambakberas. Mbah Nyai Lathifah tidak diam diri saat melihat suaminya yang kerja keras dan berkorban dengan seluruh harta, tenaga, dan pikirannya untuk syiar Islam lewat pondok pesantren. Mbah Nyai Lathifah juga turut membantu mengurusi, mengajar, dan mendidik santri santri putri.

Mbah Nyai lathifah, seperti Nyai-nyai lainnya juga melakukan riyadhoh/tirakat untuk keberhasilan santri santrinya dengan cara rutin berpuasa sunnah, qiyamul lail dan gemar mengkhatamkan Alquran. Kebiasaan ini juga untuk hrapan nasib baik putra putrinya yang di masa kelak nanti. Laku tirakat ini juga dilanjutkan oleh putra-putra beliau. Suatu ketika, Mbah Nyai Lathifah bermimpi meminum air laut. Banyak yang menafsirkan mimpi beliau, diantaranya adalah kekuatan dalam kehidupan sehari-hari. Karena meminum air laut itu butuh kekuatan lebih. Terbukti, kekuatan tersebut ada pada diri putra beliau, Kyai Abdul Wahab yang memiliki jiwa yang kuat dan mental yang tegar dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan. 

Ketulusan Mbah Nyai Lathifah dalam mendidik para santri, terasa sampai sekarang dimana para dzurriyah beliau, mendidik santri sekarang dengan tulus, ikhlas, penuh kasih sayang, dan lemah lembut. begitu juga dengan mendidik Putra-putrinya .  Tak banyak yang tahu bagaimana cara Nyai Lathifah mendidik putra putrinya. Hanya saja, diceritakan jika Kiai Hasbullah dan Nyai Lathifah sangat tegas dengan syariat saat mendidik putra-putrinya. Semua putra putrinya diajarkan hanya berlandaskan Alquran dan menganut semua syariat yang berlaku. Tidak hanya itu, Nyai Lathifah bersama Kiai Hasbullah juga menyekolahkan semua putra putrinya ke pondok. Bahkan tidak hanya di satu pondok, tapi dari satu pondok ke pondok lain. Seperti Wahab Hasbullah mencari ilmu ke tujuh pondok pesantren sekaligus.




Nyai Lathifah wafat di tahun 1951, dimakamkan di samping makam suami beliau, Mbah Kyai Hasbullah Said.


3. PONDOK PESANTREN TAWANGSARI 

1. Sejarah Pendirian 

Pondok Pesantren Tawangsari didirikan pada Tahun 1850 M. KH. Raden Mas Abdul Wahab, sebagai Tempat dan media  mensyiarkan dan mengembangkan agama Islam di wilayah Tawangsari ,

KH. Raden Mas Abdul Wahab adalah putra KH. Abdullah Joyorogo Tawangsari. Beliau lahir dan wafat di Tawangsari Taman Sidoarjo
KH. Raden Mas Abdul Wahab lahir di Lasem Jawa Tengah , diperkirakan pada tahun 1820 M. Selama hidupnya banyak menghabiskan waktunya di Jawa Timur tepat di kota Gresik.Ketika dewasa KH. Raden Mas Abdul Wahab datang ke desa Tawangsari dengan tujuan ingin menyebarkan agama Islam  Beliau adalah putra dari Abdullah Ilyas Joyorogo yang dahulunya pernah menjadi senopati kerajaan Mataram pada masa pangeran Diponegoro. Beliau ( KH. Raden Mas Abdul Wahab ) wafat di Tawangsari Taman Sidoarjo

H. Raden Mas Abdul Wahab adalah seorang yang  babat alas di wilayah Tawangsari yang pada saat itu mayoritas penduduknya beragama Hindu-Budha, . Pada saat berdakwah KH. Raden Mas Abdul Wahab sering mendapat teror dan ancaman, karena ketidaksenangan mereka dengan keberadaan KH. Raden Mas Abdul Wahab yang menyampaikan dakwah Islam di wilayah Tawangsari. tempat yang merupakan pemberian dari Kanjeng Jimat (pejabat kawedanan atau orang terkaya).


  
Dakwah yang Beliau upayakan  dengan berbagai cara tersebut ditunjang dengan pembangunan sebuah Masjid (kini Masjid Al Badri Sidoarjo) untuk tempat ibadah sekaligus sebagai tempat memberikan pengajaran kepada masyarakat yang menimbah ilmu padanya. Namun, upaya yang dilakukan tersebut mendapat respon yang kurang baik dari orang-orang yang tidak suka dengan dakwahnya. santri-santri pergi keluar pondokan dan Masjid Al Badri selalu mendapatkan teror sehingga banyak santri yang tidak berani melakukan aktivitas di luar pondok. Bahkan, masyarakat sekitar (Tawangsari tempo dulu kala) mengajak KH. Raden Mas Abdul Wahab untuk berperang melawannya.

Singkat cerita, KH. Raden Mas Abdul Wahab menerima tawaran ajakan perang tersebut, terlebih ketika ajakan perang yang ditawarkan memiliki syarat, dimana yang menang akan menguasai wilayah dan yang kalah akan berguru kepada yang menang.
Kendati menerima tawaran perang dengan adu kekuatan, KH. Raden Mas Abdul Wahab tidak ingin adanya kekerasan dan pertumpahan darah , karena memang ingin menyebarkan islam dengan damai.
Dengan punya karomah bela diri yang dimilikinya, KH. Raden Mas Abdul Wahab bisa membuat musuhnya kakuh mendadak bak patung saat mau menyerang, namun beberapa saat sudah pulih kembali. Karena merasa kalah, akhirnya mereka mengakui kehebatan KH. Raden Mas Abdul Wahab sekaligus memberikan kekuasaan serta mau berguru kepadanya,

Lambat laun dengan bertambahnya Santri-santri , Beliau berlahan membangun Pondokan yang berkembang menjadi pondok Pesantren yang saat itu bernama Pondok Pesantren Tawangsari  sebagaimana nama desa tempat pondok itu berada. Pondok Pesantren Al Badri merupakan salah satu pondok pesantren tertua di Jawa Timur. Pondok Pesantren Al Badri Tawangsari pertama kali didirikan oleh KH. Raden Mas Abdul Wahab bin Abdullah Jaya Raga pada tahun 1850 M

 pada periode Beliau yang merupakan  Periode Rintisan  terjadi antara tahun 1850 M sampai tahun 1882 M.

2. Keberlanjutan dan Pengembangan Pondok Pesantren  Pada Generasi ke-dua

Awal pendirian yang dirintis oleh KH. Raden Mas Abdul Wahab bin Abdullah Jaya Raga dan setelah Beliau wafat yang diperkirakan wafat sekitar tahun 1880 M dan di makamkan di belakang Masjid Al-Badri , maka keberlangsungan pengurusan dan pengembangan Pondok Pesantren diserahkan ke Putra Beliau  KH. Randen Mas Ali, 

Pada masa kemimpinan Beliau  yang merupakan  Periode Kepemimpinan Tradisional terjadi antara tahun 1902 M sampai tahun 1942 M.  Pondok Pesantren Tawangsarari mengalami kemajuan pesat dan menjadi masa keemasan pondok. Upaya yang dilakukan untuk mendidik santrinya dengan dedikasi yang tinggi dan ulet sehingga menghantarkan santri-santrinya ke jenjang kemampuan yang yang maksimal dalam mental spiritualnya.

Pada kurun waktu inilah Pondok Pesantren Tawangsari memiliki pamor kemilau, yang diantaranya ditandai dengan lahirnya beberapa ulama alim dan kharismatik yang pernah menjadi santri Pondok Tawangsari pada masa ta’lim-nya. Di antara sekian banyak ulama tersebut, nama-nama yang ulama yang perna tercatat sebagai santri antara lain : 
  • KH. Abdul Wahab Hasbullah (Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur) ,. Beliau adalah salah seorang ulama yang punya andil besar dalam kelahiran Jam‟iyah Nahdlatul Ulama sekaligus tokoh kemerdekaan Negara Indonesia. Beliau pernah menuntut ilmu di Pondok Tawangsari, Taman Sidoarjo, selama satu tahun (saat berusia 17 tahun akhir, jelang 18 tahun), beliau menuntut ilmu kepada KH. Raden Mas Ali yang merupakan saudara ibu kandungnya sendiri
  •  Kyai As‟ad (Dung Cangcang, Pamekasan, Madura, Jawa Timur) , 
  • Kyai Abdul Hamid (Dung Cangcang, Pamekasan, Madura, Jawa Timur) , 
  • Kyai Sufyan Bukhori (Tirto Mungkin, Mantilan, Magelang, Jawa Tengah) , 
  • Kyai Ahyat Halimy (Miji, Mojokerto, Jawa Timur)  
  • Kyai Nur (Mangunan, Taman, Sidoarjo, Jawa Timur dll 

Pondok Pesantren Al Badri dalam perkembangannya, telah melewati sekian fase. Pondok pesantren ini tetap bertahan meskipun tidak lebih baik dari pada sebelumnya. Namun, keberadaannya dalam proses bertahan itu sangat penting dan menandakan pondok pesantren tersebut tidak menyerah dan siap bersaing dengan lembaga pendidikan yang lain.

3. Keberlangsungan dan  Generasi Penerus

Keberlangsungan Pondok Pesantren sepeninggal KH. Raden Mas Ali dilanjutkan oleh putranya yakni KH. Mas Hasan Bisri, pada periode Beliau yang dikatakan sebagai Periode kebangkitan terjadi antara tahun 1942 hingga tahun 1983 M , kecintaan beliau kepada bidang pendidikan telah menghasilkan jasa besar yakni berdirinya lembaga pendidikan Madrasah Ibtidaiyah “Darul Muta‟allimin” pada tahun 1952, sebagai respon perkembangan pendidikan nasional yang membutuhkan sertifikasi atau pengakuan dari pemerintah dan tuntutan zaman, yang keberadaannya terus berkembang sampai saat ini.

Setelah wafatnya KH. Mas Hasan Bisri pada tahun 1983, Pondok Pesantren Tawangsari mulai redup dan keberadaannya tidak lagi diperhitungkan dalam kepesantrenan. Pondok pesantren yang pada masanya sangat berjasa, sepeninggal beliau menjadi sepi dan terkunci karena tidak ada yang meneruskan keberadaan pondok pesantren.

Kondisi dan  keberlangsungan Pondok Pesantren Tawangsari, menjadi keprihatinan  beberapa orang untuk  terpanggil  membangkitkan kembali Pondok Tawangsari, agar tidak hilang dan musnah. Maka langkah awal yang dilakukan oleh tokoh agama dan masyarakat Desa Tawangsari yang meminta kepada KH. Raden Mas Ahmad Fathani Ali untuk berkenan kembali ke Tawangsari.

Pondok Tawangsari mulai terbuka kunci pada tahun 1987, mulai tahun itu santri mulai berdatangan untuk mengaji di Pondok Pesantren Tawangsari dalam bimbingan Ustadz Sokhi Huda (cucu Modin Hasyim Tawangsari yang setia mendampingi KH. Raden Mas Ali semasa hidupnya) dan Ustadz Khoironi (dari Kediri, santri KH. Zamroji dan KH. Ahmadi).Setelah mendapatkan respon positif dari masyarakat dan mulai banyak yang mengaji di pondok ini, akhirnya Pondok Pesantren Tawangsari didaftarkan ke Departemen Agama Kabupaten Sidoarjo, dengan Nama Al Badri pada tahun 1987 disesuaikan dengan nama masjid yang berada di area pondok.


KH. Raden Mas Ahmad Fathani Ali, beliau adalah putra KH. Raden Mas Ali dan Ibu Nyai Khodijah. beliau pernah menempuh pendidikan kurang dari dua tahun di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo , 
Pada tahun 1990 M ,  Beliau kembali ke Tawangsari dan  menjadi penerus keberlangsungan Pondok Pesantren Al Badri sepeninggal KH. Mas Hasan Bisri, Kehadiran KH. Raden Mas Ahmad Fathani sangat penting dalam kaitannya dengan kronologi sejarah lahir dan berkembangnya Pondok Pesantren Tawangsari 

Pada Masa kepemimpinan Beliau yang menjadikan periode Yayasan terjadi antara tahun 1990 M hingga tahun 1996 M , dengan awalnya dimulai dengan pembangunan Pondok Pesantren Al Badri Tawangsari pada tanggal 27 Juli 1990, yang memprioritaskan membangun sarana pendidikan formal yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dengan perimbangan kondisional kekinian pada waktu itu. Sekaligus untuk menunjang keberadaan pondok pesantren dan memudahkan santri untuk mencari ilmu tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Hasil dari kerja panitia tersebut adalah berhasil mendirikan gedung SMP dengan nama SMP Darul Muta‟allimin yang mulai beroperasi sejak tahun 1992. Pada tanggal 29 Agustus 1992, telah berhasil terbentuknya sebuah yayasan dengan nama “Yayasan Darul Muta‟allimin” dengan akte notaris Ny. Tantien Bintarti, SH (Kalijaten Taman Sidoarjo) 

Langkah awal untuk mewujudkan keinginan tersebut adalah dibentuknya panitia pembangunan Pondok Pesantren Al Badri Tawangsari pada tanggal 27 Juli 1990, yang diketuai oleh Bapak Wahyu Suhantyo, SH. Upaya pembangunan gedung pondok segera dilaksanakan atas persetujuan KH. Raden Mas Ahmad Fathani yang memprioritaskan membangun sarana pendidikan formal yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dengan perimbangan kondisional kekinian pada waktu itu. Sekaligus untuk menunjang keberadaan pondok pesantren dan memudahkan santri untuk mencari ilmu tingkat sekolah menengah pertama (SMP). Hasil dari kerja panitia tersebut adalah berhasil mendirikan gedung SMP dengan nama SMP Darul Muta‟allimin yang mulai beroperasi sejak tahun 1992.

Pemikiran yang berkembang setelah berdirinya SMP Darul Muta‟allimin ialah kebutuhan akan terbentuknya sebuah yayasan untuk mengatur management yang lebih baik. Pada tanggal 29 Agustus 1992, telah berhasil terbentuknya sebuah yayasan dengan nama “Yayasan Darul Muta‟allimin” dengan akte notaris Ny. Tantien Bintarti, SH (Kalijaten Taman Sidoarjo), dengan Ketua KH. Machin Rois, sedang KH. Raden Mas Ahmad Fathani sebagai penasehat yayasan. Yayasan ini menaungi beberapa lembaga, yaitu:

  1. Pondok Pesantren Darul Muta‟allimin. Meleburnya pondok pesantren dalam satu yayasan Darul Muta‟allimin, mengakibatkan perubahan nama dari Pondok Pesantren Al Badri itu sendiri.
  2.  Masjid Al Badri Tawangsari
  3. SMP Darul Muta‟allimin Tawangsari 
  4. MI Darul Muta‟allimin Tawangsari
  5. TK Muslimat IX Darul Muta‟allimin Tawangsari

Setelah berkembangnya Yayasan Darul Muta‟allimin begitu pesat, pada tahun 1997 KH. Raden Mas Ahmad Fathani Ali meninggal dunia. 
Selama hidupnya beliau menikah sebanyak tiga kali karena pernikahan kedua sebelumnya gagal atau pisah. 
Pernikahan pertama dengan Ibu Nyai Jam‟iyatin, putri dari KH. Abdul Wahab Chasbullah, Tambak Beras, Jombang dan belum mempunyai keturunan. Pernikahan kedua dengan Ibu Mas‟adah dari Sidosermo, Surabaya namun belum juga memiliki keturunan. Pernikahan ketiga, beliau menikah dengan Ibu Nyai Hj. Halimah dari Wonocolo, Surabaya. Setelah menikah dengan Ibu Nyai Hj. Halimah beliau tinggal di Wonocolo Surabaya selama kurang lebih 30 tahun. 

Wallohu A'lam Bissowab

والله أعلمُ بالـصـواب 
“Dan Allah Mahatahu yang benar atau yang sebenarnya”. 


Diambil dari beberapa sumber  
https://jatim.tribunnews.com/2021/04/11/sejarah-masjid-al-badri-sidoarjo-dibangun-oleh-keturunan-jaka-tingkir-sebarkan-islam-dengan-damai?page=3 , 
https://123dok.com/document/zx07m4wz-sejarah-perkembangan-pondok-pesantren-badri-tawangsari-taman-sidoarjo.html , 




Script

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar yang sekaligus sebagai Informasi dan Diskusi Kita , Bila Belum ada Jawaban Akan secepatnya ditindaklanjuti