Filled Under:

HOUL MBAH JAWAHIR NGAWINAN DAN SEKELUMIT CERITA

 


Acara Houl Mbah Jawahir Ngawinan yang setiap tahunnya diselenggarakan oleh Dzurriyah Beliau yang sebagaian besar bertempat tinggal di Sekitar Ngawinan ( Jemur Ngawinan ) , pelaksanaan acara yang biasanya  diselenggarakan  di hari Rabu ahir bulan Safar ( Rabu wekasan ) di pagi hari setelah Sholat Shubuh .

Penyelenggaraan tahun ini yang kembali dilaksanakan pada hari Rabu wekasan yang bertepatan dengan tanggal 

Rabu , 13 September 2023 / 27 Safar 1445 H

Acara yang dilaksanakan setelah jama'ah Sholat Shubuh tersebut , sebagaian besar Dzurriyah yang utamanya bermukim di sekitar ngawinan  sudah pada berdatangan dan langsung menuju ke Makam  , Letak makam yang bersebelahan dengan Musholla  tersebut  menjadikan Musholla menjadi tempat bertemu dan parkir Motor dan Mobil dari Dzurriyah dan undangan yang hadir ,sehingga bisa langsung menuju makam dengan jalan kaki 


Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8


Kedatangan sebagaian besar Dzurriyah dan undangan yang sudah di area makam tersebut  dan kehadiran Sesepuh yang juga hadir sehingga Acara bisa langsung dimulai pada pagi hari Jam 5:00 WIB  dengan susunan Acara sebagai berikut :

  1.  Pembacaan Surah Yasin dipimpin : Ir H Ahmad Tholhah
  2.  Pembacaan Tahlil dipimpin  :  KH Ahmad  syarif  dan dilanjutkan dengan  
  3.  Pembacaan sekelumit manaqib (sejarah) Beliau  dan Pembacaan Do'a oleh  Gus Fasich dan  KH Mas Nur Khamid dr Nderosmo
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4



Acara yang dimulai dengan pembacaan Al-Fatehah dengan Khususiyah yang menyebutkan Almarhum-Almarhumah yang menjadi sesepuh dan Dzurriyah dari Ngawinan tersebut yang makam Beliau-beliau tertata Apik berdampingan dan berjejer .

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4

Dalam sambutannya , disampaikan bahwa Lokasi yang sekarang dikenal dengan Jemur Ngawinan/ Ngawinan adalah  merupakan tempat yang dulunya merupakan tempat yang rawan dengan banyaknya kejahatan dan kemaksiatan disana , tempat yang kemudian menggerakan naluri Da'wah mbah Zaenal Abidin Tambak sumur  untuk mengirimkan/menugaskan  santri Beliau yang diambil Menantu oleh Beliau dengan dinikahkan dengan Putri Beliau yang bernama " Nyai Akhsinah " .

Santri yang kemudian menjadi Menantu Kyai Zaenal Abidin tersebut diberi tugas untuk mengembangkan Ajaran Islam dengan Berda'wa dan Mendirikan Pondok Pesantrean yang bernama " 'Awinan yang berarti Menolong " , santri yang dinikahkan dengan Nyai Akhsinah ini yang bernama " Jawahir " , dari nama pondok " 'Awinan " yang lisan orang-orang jawa tidak faseh melafadzkan A'in  sehingga berubah menjadi "Nga" dan dikenal dengan sebutan Ngawinan

Dari istiqomah dan kealiman dari Kyai jawahir ini yang hingga saat ini banyak barokah-barokah yang timbul karena kehadiran Beliau dalam berda'wah di Ngawinan tersebut , yang sampai saat ini juga istiqomah di Masjid Jawahir diberikan Air Azimat yang raja Azimat tersebut dibuat oleh KH Mas Nur Khamid dr Nderosmo

KH. Mbah Jawahir dikisahkan sebagi tokoh yang bersejarah hingga digunakan untuk nama masjid. Konon beliaulah perintis pendidikan Islam di Jemur Ngawinan. pondok pesantren yang dulunya bernama Aa'winan dan berkembang menjadi Yayasan Taqwimul Ummah berlokasi di Jl.Jemur Ngawinan no.54, Jemur Sari, Wonocolo Surabaya , yayasan ini menaungi SD Taqwimul Ummah (TAQUMA ), Ma'had  Taqwimul Ummah TAQUMA, Masjid Al- Jawahir, Tidak ada yang tau persis kapan Ma’had Taquma berdiri, tetapi yang jelas hampir setua Masjid Jawahir yang dulunya surau ( Musholla ) yang terus mengalami renovasi dalam sejarah perkembangannya. 

Acara yang diahiri dengan Do'a dan Ramah-tamah tersebut diisi dengan berfoto bersama di Musholla saat semua Dzurriyah hendak Pulang dengan sebagaian  menikmati kopi yang disuguhkan dan sebagaian ke masjid Al-Jawahir yang menyediakan Air Azimat

Gambar 1

Gambar 2

 

DZURRIYAH  KYAI JAWAHIR


Kyai jawahir yang merupakan Menantu dari Kyai Zainal Abidin & Nyai Ummu Kulsum  mempunyai Dzurriyah yang terhubung dengan Silsilah ke Ndrosmo ke jalur  " Sayyid Ali Akbar " Lewat Istri Beliau  yang merupakan keturunan dari Siti Zahroh binti Sayyid Ali Akbar dan Kyai Badruddin bin Sayyid Ali Akbar  

Istri beliau " Nyai Akhsinah " merupakan Putri dari Dzurriyah yang terhubung ke Sayyid Ali Akbar dari Ibu Beliau Umi Kultsum , dan kini sebagaian besar Dzurriyah Kyai Jawahir banyak yang menyambung ke Dzurriyah Ndrosmo dari Sayyid Ali Akbar yang terhubung lewat  semua Dzurriyah Ndrosmo baik dari Sayyid Ali Ashghor maupun dari Jalur Putra/putri Sayyid Ali Akbar Lainnya 


Persambungan Dzurriyah ke Bureng-karangrejo terjadi dengan perkawinan yang dilakukan oleh sesepuh-sesepuh dahulu,  yang salah satunya  dengan Pernikahan dari Kyai Ahmad Marzuki dengan Nyai Rohmah  



SEPENGGAL KISAH DARI KAMPUNG  'AWINAN (**)

Alkisah, tersebutlah seorang pemuda dari Jombang yang sangat haus akan ilmu. Setelah mondok di pesantren kyai Ya'qub Siwalan Panji (Buduran, Sidoarjo) selama 4 tahun ternyata tak membuat dirinya puas, hasratnya untuk menuntut ilmu malah semakin menggebu-gebu. Dia berkelana kesana-kemari hanya untuk satu tujuan, yaitu memperdalam ilmu. Pemuda itu bernama Hasyim bin Asy'ari.

Ia selalu berpetualang untuk mencari guru sejati. Ia selalu bertanya-tanya dimana lagi bisa menemui seorang kyai yang mumpuni untuk ditimba ilmunya. Jika mendengar ada kyai yang disebut-sebut oleh orang-orang sebagai kyai yang alim, maka ia seakan tak sabar untuk segera sowan menemui dan berguru kepadanya. Seakan-akan seluruh hidupnya telah ia dedikasikan hanya untuk ilmu.

Suatu hari ia sampai di salah satu kampung yang ia tuju, yaitu kampung Ngawinan (sekarang Jemur Ngawinan, kelurahan Jemur Wonosari) di Surabaya untuk berguru kepada seorang kyai muda yang bernama Abd.Karim bin Jawahir bin Rojidin. 

Namun, saat Hasyim Asy'ari baru beberapa hari menginap disana, sang kyai muda itu mulai berpikir bahwa si santri baru ini seharusnya tidak berguru kepadanya karena ternyata ilmunya telah mumpuni. Karena itu kyai Abd.Karim menyarankan kepada Hasyim Asy'ari muda agar berguru kepada pamannya saja yang ada di kampung Tenggilis, yaitu kyai Hasyim bin Rojidin.

Kyai Abd.Karim pun menyuruh adiknya yang bernama Idris (yang usianya mgkn sebaya dengan Hasyim Asy'ari muda) untuk mengantarkan pemuda tersebut ke pondok Tenggilis agar berguru kepada kyai Hasyim Tenggilis. Namun baru beberapa minggu mondok di Tenggilis lagi-lagi pemuda tersebut sudah disarankan pulang dan mencari guru lain karena kyai Hasyim merasa ilmunya yang bisa ditimba oleh pemuda tersebut telah mentok.

Karena Hasyim Asy'ari muda adalah murid yang taat dan takdzim kepada guru, maka diapun pulang dan tak lagi mondok di pesantren Tenggilis. Tapi dalam hati dia masih ingin mengaji disitu dan diam-diam mengajak gus Khozin (mentor / guru sekaligus teman akrabnya saat mondok di Siwalan Panji) untuk ikut serta bersama-sama setiap sebulan sekali mengikuti pengajian kyai Hasyim. Untuk itu, tiap sebulan sekali Hasyim Asy'ari muda berangkat dari Jombang naik kereta api turun di stasiun Wonokromo dan berjalan kaki ke arah selatan menuju kampung Ngawinan yang berjarak hampir 3 km. Disitu beliau beristirahat sejenak di langgar kyai Abd.Karim (sekarang langgar tersebut menjadi Masjid Al-Jawahir) ditemani gus Idris adik kyai Abd.Karim sambil menunggu gus Khozin datang dari Buduran. Setelah gus Khozin datang, mereka bertiga (Hasyim Asy'ari muda, gus Khozin Buduran, dan Gus Idris Ngawinan) berangkat bersama-sama jalan kaki menuju Tenggilis untuk mengaji kepada kyai Hasyim.

Ini hanyalah sebuah fragmen kecil dari beberapa episode pencarian guru sejati yang telah dilakukan oleh Hasyim Asy'ari muda. Hampir tak terhitung berapa pesantren yang telah ia jelajahi, berapa guru yang telah ia temui, berapa wilayah yang telah ia singgahi. Kini, pemuda haus ilmu dari Jombang tersebut telah masyhur menjadi seorang guru sejati bergelar Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari, menjadi pendiri pesantren Tebuireng dan jam'iyyah ulama' terbesar di Indonesia yang diberi nama Nahdhatul Ulama'. Beliau tak lagi kemana-mana, tapi murid beliau datang dari mana-mana.

Adapun gus Khozin akhirnya diambil menantu oleh kyai Ya'qub (guru beliau sewaktu mondok diSiwalan Panji) dan mendirikan pesantren di Buduran yang kini dikenal dengan nama Al-Khozini. Dan gus Idris bin Jawahir dikenal sebagai kyai yang sangat ditakuti tentara Belanda (hingga beliau sering ditangkap), begal-begal (pada zaman itu sekitar wilayah Jemur Wonosari hingga Rungkut sangat terkenal rawan kejahatan) dan ahli maksiat di sekitar wilayah Kecamatan Wonocolo, Tenggilis, Rungkut, Waru, hingga Sepanjang. Orang-orang yang sedang judi, adu ayam, minum-minuman keras, dan lain-lain akan langsung lari semburat manakala ada yang berteriak "ada mbah Idris!" walaupun orangnya tak berada disitu. Sedangkan kyai Abd.Karim sendiri telah dipanggil Allah SWT dalam usia yang masih lumayan muda, mungkin sekitar 40-50an tahun. Beliau dikaruniai beberapa orang anak dan meninggalkan seorang yatim masih bayi yang bernama Muhammad Nur dan kelak menggantikannyasebagai pemangku pondok yang telah dirintis oleh kyai Jawahir bin Rojidin.

Alhamdulillah, berkah dari karomah Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari, rumah kyai M. Nur banyak mendapatkan kehormatan sering dikunjungi oleh para auliya', baik yang masyhur maupun yang tidak kentara. Yang tercatat paling sering berkunjung adalah Mbah Ud Pagerwojo, kyai Yusuf Ampel beserta putranya (kyai Muhammad bin Yusuf), Habib Abdul Qodir Bilfaqih Malang beserta putranya (Habib Abdulloh bin Abdul Qodir Bilfaqih), syaikh Masduqi Lasem, dan lain-lain.

Wallahu A'lam bisshowab


(**) diambil dari laman facebook bani Jawahir  " https://www.facebook.com/1610053162569182/posts/sepenggal-kisah-dari-kampung-awinanalkisah-tersebutlah-seorang-pemuda-dari-jomba/1610314649209700/ " 



Script

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar yang sekaligus sebagai Informasi dan Diskusi Kita , Bila Belum ada Jawaban Akan secepatnya ditindaklanjuti