Filled Under:

CARUT MARUT PEMAKNAAN AL-MAIDAH 51

Surat Al-Maidah ayat 51 belakangan ini menjadi perbincangan ramai di tengah masyarakat. Hampir semua lapisan masyarakat merujuk ayat ini ketika membahas masalah kepemimpinan dalam Islam. Carut Marut Pemahaman tafsir dan terjemahan Al-Maidah Menjadi pertentangan setelah hal ini disampaiakan oleh seorang gubernur yang akan menjadi calon gubernur dalam Pilkada jakarta tahun 2017 , Bola yang awalnya digelindingkan sorang Non Muslim yang hendak Mencalonkan diri menjadi Pemimpin di Suatu daerah yang berpenduduk mayoritas Muslim  pada pemilihan Kepala daerah secara langsung tersebut mau tidak mau membuat Pemahaman Umat Islam akan Tafsir dan Terjemahan Al-Qur'an terpecah , Pemahaman akan suatu ayat dalam Al-Qur'an yang memang menjadi " hal yang biasa bagi umat " islam kini terasa Lain ada banyak Aroma disana terutama aroma Politik dan Ekonomi .

Ada Implikasi Positif atas Bola Liar tersebut bagi umat Islam yang Seakan baru tersadar dari lelap tidur panjang dan mimpi indah. Tiba-tiba Perbedaan Penafsiran Tersebut menjadi tabuh gendering perlawanan sontak dari berbagai arah dan tempat, mengarahkan umat Islam untuk segera berbenah dan bergegas pada satu keyakinanbela Islam. Geliat musuh sepertinya sudah penuh perencanaan, siap mempertaruhkan keyakian yang selama ini dianggap benar. Muslim dimanapun, saat ini, layaknya satu badan dan sekarang berambah yakin memang butuh barisan yang solid dan kompak. Berpadu semangat membela keislaman dan membela Alquran melalui penistaan surah al-Maidah ayat 51. Peristiwa ini tidak hanya mendatangkan kecaman, penyesalan, dan sakit hati. Melainkan puji syukur kehadiran Allah Taala yang telah menganugerahkan hikmah besar dan membangkitkan kesadaran, kepemilikan, kecemburuan, kewaspadaan pada kaum muslimin. Yang terpenting justru bangkitnya kembali persatuan umat Islam yang sempat terpeccah-belah dan terkecoh oleh perbedaan paham yang sesungguhnya menjadi pemakluman sejak Nabi SAW hidup dahulu kala dan justru tanda kerahmatan-Nya.


Implikasi Negatif pun bermunculan mengiringi semangat Keyakinan Umat untuk Bersatu membuka dan Menanggalkan Baju Perbedaan Organisasi , Perbedaan Pemahaman , Perbedaan Madzhab menjadi umat islam yang bersatu di Bumi Nusantara ini , yang hal tersebut awal mula secara Samar dan " berlindung dibalik  Istilah " dan jargon Kebhinekaan dan Toleransi di gaungkan oleh kelompok Organisasi Keagamaan yang mempunyai Massa dan Anggota yang mengklaim terbesar di Indonesia  dan dipimpin K.H Said Agil Sirodj tersebut , Seiring dengan kasus yang sebenarnya bukan pada isi ayat tersebut yang sudah menjadi Ketetapan Alloh S.W.T  Mulai Al-Qur'an di turunkan hingga nanti hari Ahir Pembalasan ( Kiamat ) tetapi pada Pemahaman dan perbedaan Tafsir dan Terjemahan yang dibumbui dengan kepentingan-kepentingan kainnya hingga secara Tidak sadar kini kembali Persatuan , Toleransi Pemahaman Umat Seagama , dan Toleransi Berbeda Madzhab menjadi Pertaruhan yang sangat serius

Al-Faqir Memandang bahwa Jika Perbedaan Pemahaman Ayat yang kini berubah menjadi Perbedaan Pandang Tujuan akan sangat menghawatirkan Ukhuwah Islamiyah dan akan ke Ukhuwah Wathoniyah , karena Celah-celah yang sudah " Biasa " menjadi perbedaan kecil dalam pemahaman dan penafsiran sebuah hukum islam dan selama ini dari permukaan tidak tampak , akan bermunculan dan akan menjadi  perpecahan umat islam sendiri dari dalam  yang hal itu akan  membahagiakan orang-orang yang memusuhi Islam , Kini perbedaan Menjadi Permusuhan bahkan menjurus kepada pertentangan fisik dimana bibit2 mulai tampak dengan kembali membesarnya Isu Islam Wahabi , Islam Syi'ah , NU Garis Lurus , NU Munafik , HTI , Islam Moderat , Islam Liberal , dll , dengan mulai bermunculannya kabar belakangan ini dimana Kelompok Islam memaksakan Kehendaknya dengan Melarang Umat/Kelompok Islam lainnya saat melakukan ceramah/Kajian Islam , dan Bahkan ada yang Konfoi dan Demo Kelompok islam yang menyampaikan aspirasinya di Negara yang berdemokrasi ini malah di hadang dan diserbu kelompok Organisasi sesama Islam lainnya .

PERBEDAAN PEMAHAMAN DAN TERJEMAHAN AYAT ALMAIDAH 51

Banyak tafsir yang bisa ditelaah kembali untuk melihat komentar para ulama terkait Surat Al-Maidah ayat 51 ini. Salah satunya adalah Tafsir Jalalain. Pada kesempatan ini kutipan berikut tidak diambil dari Tafsir Jalalain, tetapi dari Tafsir Al-Futuhatul Ilahiyah bi Taudhihi Tafsiril Jalalain lid Daqa’iqil Khafiyyah, atau lebih dikenal dengan sebutan Tafsir Jamal. Al-Futuhatul Ilahiyah adalah salah satu tafsir yang menguraikan mensyarahkan Tafsir Jalalain yang singkat itu. Selain mengutip Tafsir Khazin, penulis Tafsir Jamal mengutip tafsir yang ditulis Abu Sa‘ud sebagai berikut.
 قوله يأيها الذين آمنوا، خطاب يعُمّ حكمُه كافةَ المؤمنين من المخلصين وغيرهم. وقوله آمنوا أي ولو ظاهرا. وإن كان سبب نزولها في غير المخلصين فقط وهم المنافقون، كعبد الله بن أبى واضرابه الذين كانوا يسارعون فى موالاة اليهود ونصارى نجران، وكانوا يعتذرون الى المؤمنين بأنهم لا يؤمنون أن تصيبهم صروف الزمان كما قال تعالى يقولون نخشى
 Artinya, “’Hai orang-orang beriman’ hukum yang dituju ayat ini menyasar kepada semua orang beriman yang ikhlas maupun yang tidak ikhlas. ‘Berimanlah kamu’ meskipun hanya secara lahir, tidak sampai ke batin. Ayat ini menyasar semua orang beriman meskipun sebab turunnya ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak ikhlas. Mereka adalah orang munafiq seperti Abdullah bin Ubai dan pengikutnya. Mereka inilah yang segera menjadikan orang Yahudi dan Nasrani Najran sebagai pelindung. Mereka sebelumnya menyatakan ‘maaf’ kepada orang-orang beriman bahwa mereka akan melepaskan keimanannya bila peralihan zaman menempatkan orang beriman dalam posisi kalah perang seperti perkataan mereka yang diabadikan dalam Al-Quran, ‘Kami khawatir...’” Demikian dikutip dari Tafsir Jamal karya Syekh Sulaiman bin Umar Al-Jamal, Darul Fikr, 2003 M/1423 H, Juz 2, halaman 251. Dari keterangan di atas, Al-Quran mengingatkan bahwa loyalitas ganda sangat berbahaya terutama dalam kondisi konflik. Al-Quran jelas mengecam kelompok munafik di Madinah mencari perlindungan kepada Yahudi dan Nasrani. Mereka yang secara lisan mengaku beriman membangun relasi dengan Yahudi dan Nasrani sebagai alternatif tempat perlindungan ketika zaman tidak berpihak kepada umat Islam. ( sumber nu.or.id, tgl 18/11/016 )

 Terjemahan Menurut Tafsir Jalalain Alquran Surat Al Maidah ayat 51:

 ﴾ ۞ يٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصٰرَىٰٓ أَوْلِيَآءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظّٰلِمِينَ (51).
 (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin) menjadi ikutanmu dan kamu cintai. (Sebagian mereka menjadi pemimpin bagi sebagian lainnya) karena kesatuan mereka dalam kekafiran. (Siapa di antara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka dia termasuk di antara mereka) artinya termasuk golongan mereka. (Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang aniaya) karena mengambil orang-orang kafir sebagai pemimpin mereka. (Al Maidah 5:51)

 Terjemahan Surat Al Maidah Ayat 51 Menurut Departemen Agama: Terjemahan Surat Al Maidah mengacu pada terjemahan Departenen Agama (Yayasan Penyelenggara Penerjemah Tafsir Al Quran yang ditunjuk menteri agama dengan surat Keputusan no.20 th.1967. Terjemahan ini populer di kalangan masyarakat. Bahkan terjemahan ini dipakai dalam cetakan 'Al Qur'an dan Terjemahanya' yang diterbitkan oleh Raja Kerajaan Arab Saudi (Mujammma ' Al Malik Fahd Li Thiba At Al Mush-haf Asy-Syarif Madinah Al Munawwarah Po.O Box 6262 Kerajaan Arab Saudi). Terjemahan ini juga dibagikan secara cuma-cuma kepada Muslim Indonesia. (51).

"  Hai orang-orang beriman, janganalah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin yang bagi sebagian mereka yang lan. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."
 'Usaha' terjemahan dilakukan dalam masa selama 8 tahun. Para anggota 'Dewan Penerjemah' terdiri delapan orang, yakni Prof TM Hasbi Ashshiddiqi, Prof H Bustaman A Gani, Prof H Muchtar Jahya, Prof H M Toha Jahjya Omar, DR H A Mukti Ali, Drs Kamal Muchtar, H Gazali Thaib, KH A Musaddad, KH Ali Maksum, Drs Busjairi Madjid.

 Terjemahan Al Maidah 51 menurut ’The Noble Qur'an. "O You who believe! take not the Jews and Christians as Auliya' (friends. protector, helpers), they are but Auliya', then surely he is one of them. Verily, Allah Guides not those people who ara the Zalimin (polytheist and wrong-doers and njust)." (The Noble Quran, English Translation of the meaning and comentary) terbitan Kerajaan Arab Saudi: King Fahd Complex, For The Printing of The Holy Quran PO Box No 262, Madinah Munawarrah, K.S.A, 1426 H. Terjemahan Al Maidah 51 menurut ‘The Glorius Koran. "O ye who belive! Take not the Jews and Crhristians for friends. The are friends one for another. He among you who taketh them for friends is (one) of them. Lo! Allah guideth not wrongdoing folk." The Meaning of The Glorius Koran: Explantory Translation by Mohammed Marmaduke Pickthal). Terjemahan ini dipublikasikan oleh The New Amercia Library, pada awal abad 20-an. Terjemahan ini saat itu populer di Hindia Belanda. Para generasi terpelajar saat itu --yang tidak memahami bahasa Arab-- memakai terjemahan ini sebagai acuan. Salah satunya adalah Sukarno yang kerap membaca dan mengacu Alquran versi terjemahan ini. Terjemahan Al Maidah 51 menurut Tafsir Ibnu Katsir. Dalam ringkasan tasfir Ibnu Katsir, ‘Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir’, jilid 2, Penerbit Darus Sunnah, Jakarta, tahun 2012, surat Al Maidah ayat 51 diterjemahkan seperti ini: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kami menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia (mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh Allah tidak memberi petunjuk bagi orang-orang yang zhalim.

Untuk lebih mempertajam penafsiran, maka perlu diasah lewat koreksi kata auliyâ’ pada ayat tersebut berikut ulasan aspek historitasnya (asbâbun-nuzûl). Hal ini dianggap penting karena sebagian kalangan menafsiri semua kata auliyâ’ dalam al-Quran sebagai teman sejawat, bukan seorang pemimpin ataupun penolong. Eksplorasi Makna Kata Auliyâ’ Menurut Ali ash-Shabuni dalam Tafsîr Ayâtil-Ahkâm-nya, kata auliyâ’ yang merupakan bentuk jamak dari kata wali bermakna penolong, sedangkan menurut Abul Qasim Husein bin Muhammad bin Mufaddal yang masyhur dengan sebutan ar-Raghib al-Isfahani, kata walî atau walâ’ dan tawâlî adalah menyatunya dua hal atau lebih, sehingga tidak ada perkara lain di antara keduanya. Kata ini dijadikan isti’ârah untuk menunjukkan adanya kedekatan dalam segi tempat, keturunan, agama, pertemanan, pertolongan, dan keyakinan. (ar-Raghib al-Isfahani, Mufradâtu Alfâdzil-Qur’ân, II/535). Perlu dipahami, kata wali yang bermakna pelindung atau penolong ada para surah al-Baqarah; 257, al-A’raf; 196, dan Ali Imran; 68, Muhammad; 11, al-Anfal; 40, al-Haj; 78, al-Jum’ah; 06, at-Tahrim; 04, al-An’am; 62, dan ar-Ra’du; 11, sedangkan yang menggunakan arti kepemimpinan atau kekuasaan adalah surah Ali Imran; 28, al-A’raf; 03, al-Mumtahanah; 01, at-Taubah; 23, Al-An’am; 62, al-Anfal; 72, dan al-Maidah; 51 yang artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah I tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Maidah [05]; 01). (ar-Raghib al-Isfahani, Mufradâtu Alfâdzil-Qur’ân, II/536). Historitas Ayat Dari beberapa ayat auliyâ’ di atas yang bermakna pemimpin, kita ambil ayat 51 surah al-Maidah dan ayat 28 surah Ali Imran untuk dikorek sisi sebab turunnya. Menurut penuturan mayoritas ulama, kronologi turunnya ayat 51 ini berawal dari kasus Ubadah bin Shamit yang enggan menguasakan urusan politik kepada kalangan Yahudi dan si munafik Abdullah bin Ubay bin Salul yang mengadakan koalisi dengan Yahudi dengan dalih takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sembari mengatakan:”Aku adalah laki-laki yang takut terjadi sesuatu yang membahayakan, aku tetap pada penguasaan pelindungku (Yahudi)”. (Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jâmi’ul-Bayân fî Ta’wîlil-Qur’ân, X/396). Begitu juga, ayat 28 Ali Imran diturunkan dalam kasus yang sama, demikian menurut penuturan al-Kalibi, seperti yang dinukil oleh al-Wahidi. (al-Wahidi, Asbâbu Nuzûlil-Qur’ân, I/65). Kalangan Yahudi yang dimaksud ayat tersebut adalah klan Quraidhah dan Nadlir sebagaimana riwayat dari Ibnu Mardawaih dari Abdullah bin Abbas. (Jalaluddin as-Sayuthi, ad-Durru al-Mantsûr, V/347). Pendapat Ulama Dalam kitab Marâh Labîd li Kasyfi Ma’nal-Qur’ân al-Majîd, Syekh Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi menyatakan, bahwa ayat 51 al-Maidah itu mengandung larangan berpegang teguh terhadap perlindungan orang-orang kafir dan ber-mu’âsyarah (bergaul) dengan mereka layaknya pergaulan kekasih (al-Ahbâb). Begitu juga Wahbah az-Zuhaili dalam at-Tafsir al-Washith-nya menyatakan bahwa dalam ayat itu ada larangan tegas bagi orang-orang mukmin meminta pertolongan, perlindungan, dan berkoalisi dengan orang-orang kafir; baik Yahudi maupun Kristen. Sebab, mereka adalah penolong bagi kalangan mereka sendiri. Dari sini sudah clear, bahwa al-Quran dengan tegas melarang menjadikan orang-orang kafir sebagai kolega, pelindung, bahkan pemimpin. Hal ini bisa dicermati dari tindakan Abdullah bin Ubay yang mengadakan koalisi dengan orang Yahudi. Jelas, bahasa koalisi di situ merupakan salah satu proyek politik yang juga identik dengan kepemimpinan. Bahkan, Ali ash-Shabuni mengatakan bahwa ayat 28 Ali Imran yang artinya: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)” (QS. Ali Imran [03]; 28), merupakan pijakan ulama yang menyatakan tidak bolehnya menguasakan segala urusan umat Islam termasuk politik kepada orang-orang kafir, sebagaimana kita dilarang memuliakan mereka dalam sebuah majlis. Hal senada juga diutarakan oleh Imam al-Jashshash. (Ali ash-Shabuni, Tafsîr Ayâtil-Ahkâm, I/181). Karenanya, dengan alasan apapun kecuali kondisi darurat sebagaimana dijelaskan di artikel sebelumnya, kita dilarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin. Hal ini adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi, karena kejayaan Islam ada di tangan orang Islam itu sendiri, bukan di genggaman orang-orang tidak beriman. ( sumber sidogiri.net tgl 05/06/2016 )
Script

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar yang sekaligus sebagai Informasi dan Diskusi Kita , Bila Belum ada Jawaban Akan secepatnya ditindaklanjuti