Filled Under: ,

Pondok Pesantren Amanatul Ummah & Sang K.H Asep Saifuddin Chalim

 

KH Asep Saifuddin Chalim adalah sosok kiai pendiri Pondok Pesantren Amantul Ummah yang berada di Surabaya dan Mojokerto, Jawa Timur. Ia dikenal sebagai sosok  kiai yang mempunyai cita-cita begitu tinggi terutama dalam mensejahterakan umat manusia. 
Prof. Dr. KH Asep Saifuddin Chalim, MA lahir pada tanggal 16 Juli 1955, di Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat. Beliau merupakan putra dari pasangan Kiai Abdul Chalim dengan Nyai Qana’ah asal Plered Cirebon

Prof. Dr. KH Asep Saifuddin Chalim, MA merupakan keturunan dari  seorang tokoh nasionalis yang banyak membantu para pendiri NU yakni KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah . meskipun anak seorang Kiai besar dan dikenal sebagai salah satu pendiri NU, nyatanya KH. Abdul Chalim mempersilahkan anak sulungnya ini mengenyam pendidikan umum. Setelah lulus MI di Kampungnya di Majalengka, mulanya, beliau merantau ke Tasik, sebagai santri di Pondok Pesantren Cipasung  Jawa Barat, lalu merantau ke Jawa Timur, tepatnya sebagai santri di Pondok Pesantren Sono Sidoarjo, lalu di Pondok Pesantren Siwalanpanji Sidoarjo. Salah Satu Pondok Pesantren tua di Jawa Timur, dimana dahulu pendiri NU, Hadratusyaikh Hasyim Asy'ari juga pernah nyantri.  ( Baca : Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalan Panji Sidoarjo


Pada awal tahun 1974, dalam usia  ke  14 tahun,   Kiai yang kini mempunyai banyak tetel Akademik Prof. Dr. KH Asep Saifuddin Chalim, MA berkelana ke berbagai kota di Jawa untuk mencari pengalaman dan menimba ilmu. Di antara kota yang menjadi saksi atas perjuangan hidupnya adalah Jember, Banyuwangi, Lumajang, Bandung, Jakarta, Banten, Palembang dan terakhir di Surabaya. Banyak yang dilakukan Kiai Asep dalam perjalanan itu, bahkan di Surabaya Kiai Asep pernah menjadi kuli bangunan

Kiai Asep Saifuddin Chalim dibesarkan di Pondok Pesantren Al-Khozini Sidoarjo setelah ayahandanya meninggal dunia. Meskipun Kiai Asep adalah putra dari salah seorang Kiai terkemuka pada masa itu, tetapi penampilan Kiai Asep tetaplah sederhana. Akan tetapi, kepandaiannya sudah terlihat sejak beliau menduduki kelas 1 MI (Madrasah Ibtidaiyah) saat beliau masih mengenyam pendidikan di desa Leuwimunding Jawa Barat, bahkan beliau dikenal dengan santri yang cerdas, gemar membaca kitab-kitab salaf yang akhirnya menjadikan Kiai Asep sebagai salah satu santri kesayangan KH. Abbas, salah seorang pengasuh Pondok Pesantren Al Khozini Sidoarjo  ( Baca : Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran - Sidoarjo )

Setelah dari SD Swasta di Majalengka  beliau  Melanjutkan Pendidikan SMP  di SMP Negeri 1 Sidoarjo.  yang  Lulus SMP Kiai Asep melanjutkan pendidikan di bangku SMA namun hanya sampai kelas 2 SMA saja karena ayahandanya wafat, tetapi Kiai Asep masih tetap melanjutkan pendidikan nya di Pondok Pesantren Al-Khozini. Beliau sebagai santri Kesayangan KH Abbas Khozin  saat itu mendapatkan Keistimewaan dari sang Kiai dengan membolehkan/Mengizinkan untuk Sekolah dan mengenyam pendidikan di luar Pondok Pesantren karena syarat yang harus dipunya yaitu kecerdasan dan kemampuan menyerap Kedua ilmu Pesantren dan Umum dipenuhi Santri yang kini menjadi Ulama Besar ( Prof. Dr. KH Asep Saifuddin Chalim, MA )

Kehidupan beliau yang nyantri di Pesantren Al-Khoziny terbilang sebagai santri yang " Sederhana  dan Barokah " dengan  meski kesulitan keuangan tetapi kehidupan beliau selalu Barokah dengan terpenuhinya semua kebutuhan makanan di Pondok Pesantren Al-Khoziny , Pesantren jaman dahulu yang makan dengan harus masak sendiri dan biasanya makan ramai-ramai dengan " Ratubahan " (menyetukan makanan dan Lauk di satu wadah besar dan makan bersama ) memungkinkan sang santri asep saifuddin bisa makan bersama dg santri lainnya walau tidak jarang beliau harus makan dari "intip "  sisa makanan yang dimasak dan membekas di kuali/kendil  santri lainnya dengan sekalaian memebersihkan kuali/kendil  yang masih menyisakan makanan tersebut dengan mencuci sampai bersih 

Pendidikan Pesantren yang diberikan KH. Abbas Khozin dengan Sistem " Sorogan " yang memungkinkan interaksi antara sang Kiai dan santri membuat KH. Asep Saifuddin menjadi Santri yang Cerdas, Mandiri  dan berakhlaq . Dalam usia 18 tahun beliau melanglang buana dengan membawa tas dg berbekal baju , sarung dan Celana serta Kitab-kitab dengan tujuan mencari Ilmu dan Nafkah , beliau singgah di Lumajang disuatu Surau di sana beliau mengajar ngaji namun tidak lama berpindah dan berlanjut ke Banyuwangi ke daerah " tukang kayu " dg ketemu Kyai Harun dan berlanjut ke Jember di panti Jember yg ketemu dg Teman di Pesantren Al-Khoziny , dan berlanjut ketemu " kyai sepuh " ketemu di Pesantren " dukuh Mencek " dan menantunya yang juga teman di Al-Khoziny , dg berbelkal ilmu dan pengalaman sebagai " Lurah pondok " di Al-Khoziny beliau tidak diterima berniat mengajar di pesantren tersebut , tetapi yg  menantunya yang sudah tau kemampuan kiai asep mengajak ke Daerah Pasuruan di kec wonorejo  taman sari , di Pesantren yg belum ada banyak santri hanya sekitar 30 santri dan sampai disana yg dibulan Romadhon diadakan khataman yg diasuh kia asep dan Alhamdulillah banyak yg tertarik dan mengikuti khataman tersebut  , dan disana beliau mendirikan madrasah  Tsanawiyah dg murid 25-30 orang dg semua mata pelajaran diajari kiai Asep kecuali mata pelajaran Akhlaq dan disini Kiai Asep cukup lama tinggal dan harus berahir saat Berita tersebut terdengar oleh KH Mujib Abbas dan mengirimkan santri untuk menjemput kiai asep yg menginginkan tenaga/pikiran kiai asep dapat digunakan/diamalkan di Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran   dan dengan berat hati sang teman yang punya pondok tersebut mengantarkan ke Pondok Pesantren Al-Khoziny walau dengan berat sang teman yg punya/Pengasuh  pondok di Pasuruan tersebut memohon ke KH Mujib Abbas agar sang kiai asep tetap disana namun tidak diizinkan. 

Dalam masa gundah antara permintaan sang teman yang telah memberikan kesempatan sebagai pengasuh di Pesantren Pasuruan dan Ketawadu'an / mengikuti perintah Kyai Mujib Abbas tersebut , kakak dari kia Asep menjemput dan mengajak pulang dulu ke Cirebon dan mendapat izin untuk pulang dari Kyai Mujib Abbas , Tetapi Cirebon sang kia asep tidak tetap tinggal dirumah tetapi berlanjut melanglang di  Majalaya ketemu " Ezet Muttaqin " yang mempunyai Bank Parahiyangan dan sang kiai asep mengajar putra/putrinya disana tetapi tidak lama berlanjut ke Jakatra, dan berlanjut ke Banten ketemu  Ulama Sepuh di Serang " KH Zainuddin " yg saat itu sering dikunjungi Pak harto , ditempat yang sang kiai KH Zainuddin masih mengenal Orang tua kyai Asep Saifuddin tersebut diberi kepercayaan penuh untuk mengelola tetapi beliau kia Asep melanjutkan ke Palembang dan ketemu teman lama yg kembali diberikan kesempatan di Palembang untuk mengajar Ngaji dan Pengasuh di Pesantren dekan UNSRI tetapi dalam Istikhoronya beliau (Kyai Asep ) yag meski hati senang dan bahagia sekali mendapatkan pekerjaan mengasuh pesantren dan dapat kesampatan kembali kuliah tetapi hasil Istikhoronya beliau memutuskan untuk kembali ke Rumah menemui Ibunya yag saat itu masih hidup dan selalu  mendo'akan sang Kiai Asep dengan Istimahnya sang Ibu hingga Keputusannya sang Kia Asep kembali ke Surabaya    https://www.youtube.com/watch?=0ELdUXoAtpI&list=PLrxUaZ8WgTjFrQZnY4V1KQ0SriZWkLUy0&index=5&t=17s

Sampai ke Surabaya yg tidak langsung kembali ke Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran Sidoarjo meski tidak jauh dari Surabaya , di Surabaya Kiai Asep bisa mendapatkan tempat di Pondok Pesantran Sidoresmo ( Pondok Nderosmo ) yg tidak Jauh dari keinginan sang kiai Asep untuk bisa Kuliah di IAIN Sunan Ampel . Keinginan utk kuliah yag membutuhkan Biaya membuat sang Kiai Asep sempat menjadi Kuli bangunan di Rungkut  , dan diperjalanan pulang pergi manjadi kuli bangunan tersebut beliau ketemu teman di Pondok Pesantren Al-Khoziny sehingga kiai Asep memutuskan untuk berhenti kerja dan melajutkan kuliah di IAIN . Setelah mendapatkan surat keterangan lulus dari Kiai Pondok Pesantren Al-Khozini ( ceritanya bikin sendiri ) , Kiai Asep melanjutkan pendidikannya di IAIN Surabaya pada tahun 1975 mengambil jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab. dan harus mengikuti ujian dengan berbagai macam Test yang Alhamdulillah bisa berhasil Lulus . ( baca : Pondok Pesantren Ndresmo ( Sidoresmo ) Surabaya ) dan untuk memenuhi biaya sekolah IAIN tersebut beliau hidup dengan " sederhana " dan setelah tingkat 2 beliau berkesempatan Mengajar disekitar Sidoresmo dan Mengajar di Gresik sehingga bisa membantu kebutuhan hidup dan Kuliah . Belum lulus sarjananya, beliau mendaftar kuliah program D3 Bahasa Inggris di IKIP Surabaya dengan ijazah persamaan SMA.sambil mengajar dan bertambah mengajar ke Lamongan hingga Lulus IKIP Surabaya dan berlanjut menjadi Pegawai Negeri sebagai Guru di SMPN 1 Lamongan. walau harus Pulang Pergi Surabaya-lamongan. Timbul inisiatif saat Mengajar dengan mengumpulkan Murid-murid yang pintar dan cerdas tapi yang tidak " mampu ( Miskin) "untuk dididik di Surabaya menjadi Murid yang mumpuni untuk bisa lulus bagus dan mampu bersaing dengan Lulusan lainnya hingga banyak yang diterima menjadi mahasiswa Universitas Negeri di Surabaya utamanaya di kedokteran Unair.

Masih mengajar sebagai pegawai Negeri beliau melanjutkan dari D3 IKIP melanjutkan  Kuliah di S1 IKIP Malang ditengah kesibukan sebagai Guru di Lamongan dan pengajar di Surabaya , yang utamanaya menggunakan hari Sabtu untuk kuliah yang harus ditempuh dalam 2 tahun . Keberuntungan Kiai Asep yang di Surabaya sudah merintis berdirinya SMP Unggulan di Surabaya  ( Murid dari Mengumpulkan Anak-anak tidak mampu ) dengan penggantian kepala Sekolah di Lamongan beliau dapat Pindah Menggajar dalam Statusnya sebagai Pegawai Negeri Gol IID ke Sekolah dibawah pengelolaanya Sendiri ( SMP Unggulan ) sebagai Kepala Sekolah .

Dari Sinilah Kyai Asep Saifuddin berkembang dengan Mengembangkan Pendidikan dan memulai Usaha Biro Travel Haji yang mampu mengantarkan Beliau Mengembangkan Pendidikan dengan Sekolah dan Pondok Pesantrennya . Pada waktu yang lain, Kiai Asep telah menyelesaikan S2 pada tahun 1997 di Unisma Malang dan S3 pada tahun 2004 di UNMER Malang.

Menurut Kiai Asep, ayahnya pernah belajar bersama-sama Kiai Wahab di tanah suci Makkah. Dua ulama ini berjanji, setelah pulang ke Tanah air nanti, perjuangan untuk memerdekakan rakyat Indonesia dari penjajahan harus dilakukan, hingga lahirlah Nahdlatul Wathan sebelum NU dibentuk.
“Ayah saya awalnya Sekretaris Nahdlatul Wathan, sedang ketuanya Kiai Abdul Wahab Hasbullah. Tapi ketika Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari mendirikan NU, ayah saya diminta mengisi susunan kepengurusan NU karena dianggap tahu tentang para aktivis saat itu. Maka ayah saya mengisi susunan pengurus NU periode pertama itu dari para pengurus Nahdlatul Wathan," beber Kiai Asep Saifudin Chalim, dikutip dari portal bangsaonline.com.

Keberhasilan Kiai Asep dalam banyak bidang, terutama bidang pendidikan dan pesantren, selain tentu karena kegigihan dan  keuletannya, dan karena 'sawab" Sang ayah. Ceritanya, tak lama Setelah kemerdekaan RI, Kiai Chalim (bukan KH. Abdul Halim, pendiri PUI) yang berjiwa nasionalis itu, aktif berpolitik dan ikut memperjuangkan NU, tapi hidupnya sangat sederhana. Begitu sederhananya, selain  sibuknya, beliau belum bisa mendirikan pondok. Suatu hari, saat KH Abdul Wahab berkunjung ke kediaman Kiai Chalim, beliau mengingatkan bahwa, beliau adalah satu-satunya pendiri NU dari delapan yang belum punya pondok. Nah, pada saat itulah Kiai Chalim mengatakan kepada KH Wahab: “Nanti (salah satu) anak saya akan mempunyai pondok yang besar.”. Subhanallah. Itulah karomah Kiai Abdul Chalim. Kiai Asep Saifuddin, putra bungsu Kiai Chalim, sekarang mengasuh Ponpes  Amanatul Ummah.


 
MENDIRIKAN PESANTREN


Nasib baik mulai menyapa KH. Asep Saifuddin Chalim. setelah mendirikan Biro perjalanan Haji dan umroh (KBIH) Yayasan Amanatul Ummah. Beliaulah sendiri yang mencari calon-calon Jemaah haji untuk dibimbing. Dengan uang hasil kerja itu, Kiai Asep mulai bisa membangun Pondok Pesantren Amanatul Ummah. Kiai Asep tidak menginginkan bantuan dana dari pemerintah dalam mendirikan Pondok Pesantren Amanatul Ummah.

Pendirian Pesantren dimulai dengan Pendirian Pendidikan  yang dana Pengembangan didapat dari hasil usaha KBIH ( Kelompok Bimbingan Ibadah Haji ) dan hasil dari Ziarah ke Kiai dan ke Syech terutama saat bertemu Syech Abuya Muhammad Al-Maliki yang memberikan dana 20 rb Real utk membangun sekolah di Surabaya . dari Pendidikan tersebut mulai berkembang dg mendirikan Pendidikan SMP, SMA dan Tsanawiyah diatas tanah yang akan diwakafkan setelah di sewa   

Jalan terjal dan berliku-liku juga pernah dijalaninya, termasuk saat pengembangan Pendidikan di Surabaya , Pendirian Bangunan Pendidikan SMP dan SMA yang  Lokasi dan tanah yg digunakan utk pendirian SMP. SMA  merupakan Tanah sewa dari pemilik yg rencananya akan diwakafkan sedangkan untuk Tanah dan Lokasi Pendirian bangunan Tsanawiyah dan Aliyah merupakan Tanah Pribadi dengan Akses masuk yang masih menggunakan Tanah dari Pemilik Tanah sewa tersebut .
Dengan berjalannya waktu dan Pengembangan Pendidikan dan bangunan tersebut yang berkembang pesat membuat Ahli warisnya berpikir lain , hingga  terjadi perebutan Tanah tersebut dg melakukan " Pagarisasi " tanah akses yg masuk ke Lokasi Sekolah Tsanawiyah dan Aliyah , disamping itu juga ada intimidasi ke wali murid yg banyak datang dari luar kota dg mengatakan jika sekolah tersebut sudah tutup dan bermasalah , Kyai Asep yang saat itu sedang berada di Mekkah dan sedang menunaikan Ibadah Haji  . 
Sang Kiai yang saat itu bersabar dengan berpegangan dari hadist Qudsi yg dipahaminya  yg artinya " wahai hamba2Ku saya berikan kepadamu keutamaan Ilmu , harta benda yang saya meminta kepadamu Hutang , barang siapa memberi hutang kepada saya dengan ihlas maka saya akan menyegerakan bayarnya , dan saya akan menyimpankankan untuknya di akhrat nanti , barang siapa yang saya ambil darinya dari sesuatu yang saya berikan kepadanya dengan paksa kemudia dia bersabar dan mengembalikan kepada Alloh , saya wajib sambung kepadanya dan saya wajib menumpahkan kasih sayang kepadanya ,  saya catat sebagai orang yg mendapatkan Hidayah " membuat keyakinan sang kiai mantap dan ihlas dengan yang terjadi  , dengan tetap memohon kepada Alloh SWT agar diberikan tanah utk pengembangan yang tidak jauh dari surabaya yang perjalanan sekitar 1 jam dari surabaya  https://www.youtube.com/watch?v=9TxQjWsBR4w&list=LL&index=3&t=59s

Dengan Konsep Melestarikan yang terdahulu dan mengembangkan yang sudah ada,  dibuat Pondok Pesantren yang ada Salafiah dan  Klasikal yang Maju , hingga terjadi Visi dan Misi 
“Yaitu visi menjadikan manusia yang unggul, utuh dan berakhlakul karimah guna kemuliaan dan kejayaan Islam dan kaum Muslimin. Kemuliaan dan kejaayaan seluruh bangsa Indonesia dan keberhasilan cita-cita luhur kemerdekaan yaitu terwujudnya kesejahteraan dan tegaknya keadilan terutama di negara Indonesia,” 

Kiai Asep berpesan untuk tidak ragu mempunyai cita-cita besar apa pun itu bentuknya. Mempunyai cita-cita besar merupakan sebuah kemuliaan dan bisa menjadikan semangat dalam menjalani hidup. Selama cita-cita itu baik, tetap bernilai ibadah meskipun tidak bisa diwujudkan selama hidupnya.
“Meskipun cita-cita itu tidak bisa diwujudkan barangkali ada orang di luar sana mau memperjuangakan. Itulah yang nanti akan menjadi pahala yang akan terus mengalir selamanya,” tegasnya.
Kiai Asep selalu optimis dalam mewujudkan impiannya, yakni membesarkan pondok pesantren Amanatul Ummah. Didampingi istrinya, sang Kiai selalu optimis. Impiannya adalah menjadikan Kembang Belor dengan pondok pesantren Amanatul Ummah menjadi kawasan pendidikan yang makin diperhitungkan di Tanah Air. Bahkan banyak yang siap mendukung keinginan Kiai Asep.

Pesantren pertama yang ia dirikan adalah di Siwalankerto, Surabaya, kemudian  pengembangan yg harus dilakukan karena berbagai permasalahan di surabaya yang kurang memungkinkan , hingga Do'a yg terus di panjatkan keharibaan Alloh SWT  jatuh pilihan di Pacet, Mojokerto. yang saat itu sesuai kreteria , tetapi saat itu jalan kesana kecil sekali hanya 2 m dan kemudian pemiliknya menawarkan dg 300 jt dg keterbatasan uang yg ada  tahun 2002 hingga Th 2006 baru bisa digunakan untuk pengembangan Pendidikan . 

Mulai tahun 2006 baru dilakukan Pembekalan bagi anak-anak yg mau masuk Madrasah bertaraf internasional dan langsung dilakukan pengembangan pendidikan di pacet dengan pembangunan Sekolah Bertaraf Internasional  yg saat itu hanya untuk Matrikulasi aja dg murid hanya 48 anak dilakukan pembekalan matematika , bahasa inggris dan bahasa Arab untuk masuk sekolah bertaraf internasional dg bangunan saat itu hanya Sederhana dan di lengkapi hanya dg " Gribik "  hingga ada Wali Santri dari Banyuwangi yang saat itu mempunyai jabatan disana menanyakan langsung kepada anaknya yang ikut nyantri disana dan merasa kerasan tinggal di pesantren Rintisan " Amanatu Ummah " dikarenakan alasan para santri yang kerasan tinggal disana karena kulitas dan baiknya " guru " nya 
Perkembangan mulai berlanjut walau saat itu dengan menyewa rumah warga untuk pondokan dan baru ke tahun ke 5 mulai perkembangan mulai Pesat dengan pembangunan sarana dan Prasarana yang ada disamping Kedatangan para Santri yang bertadangan dan dititipkan orang tuanya dan dipercayakan pendidikannya ke yayasan Amanatul Ummah 

Kini, ada lebih dari 10.000 santri yang belajar di pesantren milik Kiai Asep. Dan, menurut pengakuan sang kiai, para lulusan pesantrennya banyak yang diterima di berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia, bahkan di luar negeri
Sekarang IKHAC (Institut Kiai Haji Abdul Chalim) sudah berdiri dengan megah dan kokoh. Institut ini berdiri pada tahun 2015, meskipun hanya 3 fakultas saja yang dibuka dan memiliki 10 jurusan. Kiai Asep bahkan sudah menyiapkan gedung pascasarjana agar para lulusan dari IKHAC tidak mengalami kesulitan bila saja ingin melanjutkan pendidikan S2 nya.

Mahasiswanya pun tidak kalah dengan kampus-kampus lain. Kiai Asep berambisi bahwa IKHAC sama persis dengan Jamiatu al Syarif al Azhar di Kairo, Mesir. Harvard University di Amerika Serikat dan Sorbonne University di Perancis. Beliau juga mampu menghadirkan mahasiswa di IKHAC dari semua propinsi di Indonesia.

Beliau juga mampu menghadirkan mahasiwa dari berbagai negara diantaranya: Afghanistan, Kazakhstan, Thailand, Vietnam, Kamboja dan Malaysia. Kiai Asep juga bertekad bahwa menginginkan kembalinya zaman keemasan Islam seperti pada pemerintahan Harun ar Rasyid dan khalifah Al Makmun pada dinasti Abbasiyah. Pada masa itu Islam sedang ada pada masa Golden Age, itu dijadikan sebagai pertanda kemajuan ilmu pengetahuan di dunia

Islam telah mewarnai peradaban dan jembatan era kesuburan pengetahuan yang tumbuh di zaman Yunani menuju zaman Eropa. Hingga saat ini beliau selalu menekankan dalam pidatonya untuk para santriwan-santriwatinya untuk tidak menyerah dalam mewujudkan cita-citanya agar Islam dapat kembali pada zaman keemasan Islam.


Bagi banyak orang sosok Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA adalah sosok Kiai yang gigih dan ulet. Setiap hari beliau harus bolak-balik Surabaya-Pacet demi memberikan ilmu kepada santri-santrinya. Setelah subuh jadwal rutinnya adalah mengajar pengajian pagi di masjid pondok di Pacet. Setelah itu, Kiai Asep langsung menuju Surabaya untuk berbagai macam kepentingan. Mulai dari rapat staf administrasi, rapat guru, sampai menerima berbagai tamu dan menghadiri berbagai undangan. Di malam harinya, Kiai Asep kembali lagi ke Pacet dan sesekali mengajar pengajian malam (muadalah).


Beliau pernah menjadi anggota pengurus PC NU Suarabaya, ketua MUI Surabaya, anggota DPRD Surabaya dari partai PKB. Kemudian beliau mundur dari jabatannya setelah 4 bulan karena beliau menganggap lebih cocok dalam pendidikan. Statusnya kemudian naik setelah menjadi dosen di IAIN Surabaya.

Sampai saat ini Kiai Asep Saifuddin Chalim menjabat sebagai rektor di institut Al-Khozini Buduran. Beliau dilantik untuk menjadi ketua PERGUNU (Persatuan Guru-guru Nahdlatul Ulama) Jawa Timur pada Ahad, 30 Oktober 2016. Sampai saat ini banyak kegiatan yang dilakukan oleh Kiai Asep Saifuddin Chalim untuk memajukan PERGUNU (Persatuan Guru-guru Nahdlatul Ulama). Bahkan mereka yang dilantik sebagai anggota  PERGUNU (Persatuan Guru-guru Nahdlatul Ulama) haruslah bangga karena dapat memajukan bangsa dalam dunia pendidikan.

Pada tahun 1980, Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA melepas masa lajangnya dengan menikahi Nyai Hj. Fadilah. Buah dari pernikahannya, beliau di karuniai sembilan anak, putra-putri beliau diantaranya, M. Albarra, Imadatussaadah, Fatimatuzzahroh, Muhammad Ilyas, Hanatussaadah, Muhammad Habiburrahman, Muhammadul Azmi Al-Mutawakkil Alallah, Siti Juwairiyah, dan Muhammad Abdul Chalim Sayyid Dhuha.

Kiai Asep juga bukan merupakan sosok pemimpin yang otoriter. Yang hanya mementingkan kepentigan pribadi dari pada kelompok dan hanya mementingkan keputusan pribadi. Namun beliau adalah sosok pemimpin yang demokratis yang mementingkan tujuan bersama agar tercapainya tujuan secara maksimal.


Karya-Karya Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim., MA di antaranya:

Buku Membumikan Aswaja merupakan buku pertama yang diterbitkan yang menjadi pegangan bagi para guru-guru NU. Buku ini diperuntukkan untuk guru-guru NU dan guru-guru yang lain. Buku ini menjelaskan mengenai hukum-hukum fiqh dan lain-lain.

Buku Aswaja di Tengah Aliran-aliran juga diterbitkan dan dijadikan pegangan oleh para guru-guru NU dan menjadi sumber rujukan bagi disiplin keilmuan Islam, seperti: Musthalah Hadits, Ushul Fiqh, Ilmu Balaghah dan lain sebagainya. Ada juga buku karangan Kiai Asep yang menjadi pegangan bagi para santriwan-santriwati.

Buku Petunjuk Keberhasilan digunakan untuk istighosah di pagi hari pada setiap apel pagi, yang diselenggarakan setiap pagi untuk mengawali belajar di Madrasah atau Sekolah pada Lembaga Pendidikan Unggulan Amanatul Ummah.



Script

0 comments:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentar yang sekaligus sebagai Informasi dan Diskusi Kita , Bila Belum ada Jawaban Akan secepatnya ditindaklanjuti